Sunday, November 28, 2010

PERINGATAN YANG KREATIF

Dalam iklan-iklan produk, kita sudah terbiasa dengan kata-kata magnetis yang terkadang cukup efektif membius pikiran dan akhirnya menguras dompet kita. Kata-kata itu memiliki daya hipnotis dan dibutuhkan kreatifitas tinggi untuk menyusunnya, sehingga harga kata-kata itu menjadi sangat mahal sesuai dengan daya yang dihasilkannya.

Suatu hal yang menarik di lingkungan sebuah perumahan di Sleman. Nampaknya penggunaan kata-kata berdaya magnetis sudah merambah dalam bidang keamanan lingkungan. Silakan anda baca tulisan pada foto di bawah ini.


Jika kita baca tulisan yang ada pada foto di atas, nampaknya kita akan biasa-biasa dan hanya menganggapnya angin lalu. Susunan kata-katanya sudah lazim digunakan, memang cukup untuk memperingatkan orang (pemulung, pengamen, pengemis, dan pencari sumbangan), tapi kurang nyeni dan kurang melekat. Bagaimana dengan foto di bawah ini?



Tulisan di atas sangat menarik, dengan pilihan cat yang tepat (entah sengaja atau tidak menggunakan warna merah) maka papan peringatan ini menjadi sangat mengerikan dan menimbulkan pengaruh kuat ke alam bawah sadar pembacanya sehingga secara tidak sadar pemulung akan takut untuk sekedar masuk apalagi mencuri.

Kreativitas tidak melulu hanya dibutuhkan dalam periklanan, hiburan, dan seni. Aspek keamanan lingkungan pun ternyata menuntut kreativitas agar menjadi lebih efektif dan ampuh.

Terima kasih untuk perhatian anda pada catatan ini.







Tuesday, November 9, 2010

Sudah Benarkah Kita?

Pasca letusan hebat Gunung Merapi pada Jumat dini hari pekan lalu, ada banyak perubahan yang terjadi di Jogja. Akibat meluasnya zona bahaya di sekitar Gunung Merapi yang menjadi 20 km dari puncak gunung, memaksa para pengungsi untuk berpindah ke pengungsian yang lebih aman. Warga kota Jogja pun menyambut kedatangan para pejuang dengan tangan terbuka, mulai dari gerakan nasi bungkus, relawan yang berasal dari berbagai kalangan, hingga penggalangan dana di banyak tempat. Letusan ini memang luar biasa, tetapi lebih luar biasa lagi dampak positifnya bagi hati-hati gersang yang terasa tersirami kembali.

Pagi itu saya sama sekali tak menyadari bahwa letusan itu merupakan letusan yang cukup dahsyat. Saya hanya merasakan bahwa hujan abu kembali terjadi seperti sebelumnya pada tanggal 30 Oktober. Akses berita yang macet akibat listrik padam membuat saya sama sekali tidak tahu apa yang terjadi pada dini hari itu, yang saya tahu hanyalah laporan praktikum yang batal saya kerjakan gara-gara listrik padam.
Tanpa rasa bersalah saya sarapan di warung Bang J dan teman saya nampak tergesa-gesa menghampiri warung tempat saya makan.
"Bu, pesen nasi telornya 20 bungkus?"perkataan teman saya yang membuat saya sadar bahwa ada yang tidak beres hari ini.
Ternyata nasi itu akan diberikan kepada pengungsi yang telah dievakuasi ke wilayah kota dan diperkuat pula oleh berita yang saya saksikan di salah satu televisi swasta tanah air. Betapa sedihnya hati ini, setelah menyadari apa yang telah saya berikan kepada mereka. Saya rasa belum ada.

Hari itu, Jumat 5 November 2010, saya ada kuliah pagi. Saya pergi ke kampus dengan perlindungan topi, jaket, masker, dan slyer. Mata terasa perih akibat abu-abu yang beterbangan, ternyata abu itu mengandung silikat dan berbahaya jika terhirup atau terkena mata. Sesampainya di kampus, kelas masih terasa sepi dan dosenmu tak kunjung datang sampai jadawal kuliah berakhir. Akhirnya pihak akademik menyatakan bahwa kuliah diliburkan dan ditambah dengan SK Rektor yang semakin memperkuat kenyataan bahwa kuliah akan diliburkan hingga 13 November 2010.

Berita dari media massa + SK rektor yang menyatakan bahwa perkuliahan diliburkan ==> banyaknya mahasiswa yang pulang ke kampung halaman atau ke tempat keluarganya

Reaksi di atas memang benar-benar terjadi, berita yang disaksikan oleh keluarga para mahasiswa di rumah masing-masing membuat tangan mereka refleks untuk mengangkat telepon untuk sekedar menanyakan kabar atau to the point memerintahkan agar segera pulang. Setelah ditambahkan campuran dari "senyawa" SK Rektor maka reaksi benar-benar terjadi dan menghasilkan tekad bulat mahasiswa untuk angkat kaki dari Jogja. Hal ini berakibat melonjaknya arus angkutan yang mengangkut para mahasiswa ke daerah tujuan masing-masing.

Saya, sebagai pihak yang tidak pulang, beranggapan bahwa tindakan para mahasiswa yang keluar dari Jogja itu salah. Banyak teman-teman lain juga beranggapan seperti itu, alasannya para pejuang sangat membutuhkan peran dari mahasiswa untuk membantu meringankan penderitaan mereka. Peran apapun yang diambil oleh mahasiswa untuk meringankan penderitaan mereka pasti sangat berharga. Itulah anggapan dari sebagian pihak atas peristiwa mudik masal ini.

OK. Itu adalah anggapan sebagian pihak, apakah pendapat itu bisa dikatakan benar? Saya rasa tidak layak pendapat ini dikatakan benar. Alangkah baiknya kita telusuri alasan kepulangan mereka. Apa yang kita rasakan ketika nyawa seseorang yang kita sayangi sedang terancam? Anda juga punya jawaban masing-masing untuk pertanyaan ini, jadi saya tidak akan menyalahkan jawaban anda. Menurut info yang saya ketahui ada beberapa orang tua dari mahasiswa yang benar-benar khawatir dengan keselamatan anaknya sehingga menginginkan anaknya, apakah kita mau menyalahkan orang tuanya? Apakah kita mau mengutuk orang tuanya atau mengutuk anaknya gara-gara kejadian ini?

Perbedaan pendapat itu terjadi di mana saja, dalam berbagai lini kehidupan. Permasalahan tentang pulangnya mahasiswa hanyalah sedikit contoh dari perbedaan pendapat antara orang satu dengan orang lainnya. Kesalahan utama kita adalah perilaku yang suka menyalahkan orang lain. Seharusnya kita berhenti mengatakan "Kamu salah!", melainkan mengatakan "Apakah saya sudah benar?".

Terkadang emosi merusak keharmonisan dari perbedaan pendapat, akibatnya terjadi upaya pembenaran atas tindakan sendiri dan menolak mentah-mentah pendapat yang bisa jadi lebih benar. Sesuci apakah kita hingga berani mengatakan bahwa orang lain salah sedangkan kita sendiri tidak tahu tentang kebenaran yang ada. Apakah kita bisa men-judge mahasiswa yang mau menyelamatkan nyawa dirinya dan menganggap tindakan kita tetap bertahan di daerah yang berpotensi bencana dengan menjadi penolong untuk nyawa-nyawa lain adalah tindakan 100% benar? Kita bukanlah manusia yang bebas salah dan dosa, kita hanya manusia yang dalam hati nurani selalu ingin melakukan hal dengan benar namun nafsu terkadang merusaknya.

Satu lagi hal yang menggelitik pikiran saya, apa yang menyebabkan bencana masih terus berlangsung. Satu sama sama lain berteriak dengan lantang bahwa orang lain yang salah, entah karena perbuatan syirik, pergaulan bebas, atau tuduhan-tuduhan menyakitkan lainnya, tanpa instropeksi selama ini apa yang telah saya lakukan? Seperti yang saya katakan sebelumnya nafsu yang akhirnya berkuasa, dan serasa kitalah manusia yang paling benar.

Siapa yang mengetahui kebenaran sejati? Jawaban ini mudah-mudahan dapat mengakhiri pertikaian yang terjadi karena perbedaan pendapat yang tak pernah berujung. Saya suka menggunakan analogi kalkulator agar anda lebih mudah menangkap maksud saya. Kalkulator dibuat oleh manusia, dalam pengoperasiannya angka yang dihasilkan kalkulator adalah benar jika angka tersebut sesuai dengan yang dihitung oleh pembuatnya secara manual. Ada kalanya kalkulator menghasilkan angka yang salah saat pengoperasiannya, maka siapa yang mengetahui kalau angka itu salah? Tentu jawabannya adalah manusia sebagai pembuatnya atau jangan-jangan kalkulator bisa mengidentifikasi sendiri kesalahannya.

Dari analogi tadi (semoga saja teman-teman paham), maka saya ingin menyampaikan bahwa benar atau salahnya pendapat kita seharusnya digantungkan bukan berdasarkan nafsu kita yang ingin selalu dianggap benar. Melainkan berdasarkan Pencipta kita, saya yakin anda bukanlah Atheis yang tidak mengakui adanya Pencipta. Apapun itu, sandarkan kepada Pencipta kita, jangan malah sibuk menyalahkan orang lain. Boleh kita menyalahkan orang lain, jika kita sudah tahu kebenaran yang ditunjukkan oleh Pencipta kita. Sebagai Muslim, saya yakin Pencipta saya (ALLAH) menunjukkan kebenaran melalui ayat-ayatnya yang berupa ciptaan-Nya (alam, manusia, kehidupan) maupun dari firman-Nya yang termaktub dalam Al Quran. ALLAH juga mengutus salah seorang dari jenis kita sendiri (manusia), yaitu Nabi Muhammad SAW yang terbebas dari dosa untuk menunjukkan kebenaran kepada kita semua.

Saya tidak mengatakan apa yang saya uraikan dalam tulisan ini benar, tetapi 1 hal yang saya yakini benar dan tidak bisa diganggu gugat lagi adalah Wallahu alam bis showab (Allah knows what is the correct).