Friday, December 30, 2011

KMIK dan Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Jabal Akbar Noor
 Jika anda bertanya organisasi apa yang saya incar pertama kali saat mendapat status mahasiswa, saya akan menjawab KMIK. Apa itu KMIK?

Ada yang menyebutnya ka-em-i-ka dan ada juga yang menyebut ke-mik. Tapi bagaimanapun orang menyebutnya, KMIK tetaplah singkatan dari Keluarga Mahasiswa Islam Kehutanan. KMIK adalah sebuah organisasi yang mewadahi mahasiswa-mahasiswa untuk melaksanakan salah satu aktivitas mulia, yaitu berdakwah. Amar ma'ruf nahi munkar

Tak seperti organisasi yang lain, kata "keluarga" telah memberikan suasana yang penuh kesejukan dalam organisasi ini. Ucapan salam dan senyum selalu hadir saat saling bertemu dengan sahabat KMIK yang lain. Tentu saja tak lupa menularkan kebiasaan baik ke teman-teman yang lain, amar ma'ruf nahi munkar.

Ashar
Kita pasti pernah menyaksikan orang tua yang melarang anaknya makan es krim ketika si anak terserang flu. Si anak biasanya akan merengek kepada ibunya, namun sang ibu tetap bersikukuh melarangnya makan es krim. Peristiwa ini mirip dengan budaya saling mengingatkan dan menasihati di dalam KMIK. Saat kita melarang kita melakukan hal yang kita senangi, misal main game, pasti timbul rasa tidak senang di hati kita yang mirip dengan si anak ketika dia dilarang makan es krim. Namun satu hal yang perlu kita pahami, apa makna di balik nasihat itu? Ternyata di balik nasihat itu ada sebuah keinginan untuk menghindarkan kita dari bahaya, sama dengan sang ibu yang tidak ingin sakit flu anaknya bertambah parah. Itulah indahnya amar ma'ruf nahi munkar

Nuansa kekeluargaan di dalam KMIK telah memberikan kesan tersendiri bagi saya dan sahabat-sahabat yang pernah bergabung dalam organisasi ini. Kesan itu kadang dapat membuat saya tersenyum dan terharu. Nikmatnya berbagi amat dirasakan oleh sahabat KMIK yang sebagian besar adalah perantau yang ingin menuntut ilmu. Kesepian dan kesendirian selama tinggal di Jogja selalu bisa terobati oleh senyuman dan tawa dari teman-teman yang baik hatinya. Di balik kesan itu terdapat amar ma'ruf nahi munkar.


Seimbang itu perlu. Otak cerdas dengan spiritual dan keimanan yang cetek hanya akan sedikit bermanfaat di alam dunia dan tak ada artinya lagi ketika kita harus meninggalkan dunia yang fana ini. Sahabat KMIK tidak hanya diajak untuk berorganisasi tetapi di balik itu terdapat tujuan lain yang lebih mulia, yaitu ridho Allah. Sahabat KMIK yang diamanahi untuk menuntut ilmu oleh orang tuanya selalu diingatkan agar tidak menganggap remeh perkara agama. Sahabat KMIK akan dimotivasi untuk menjadi yang berprestasi dan tetap menjalankan perintah Allah dengan baik. Hal ini akan membuat sahabat KMIK tetap berada pada koridor yang benar untuk mencapai tidho Allah. Semua terus belajar dan tetap berlomba-lomba dalam amar ma'ruf nahi munkar.

Satu kepengurusan KMIK kembali dilewati dengan terpilihnya sang mas'ul baru. Suka dan duka selama 1 tahun telah dilalui oleh para pengurus harian sebelumnya, yaitu kabinet Green Muslim yang dinakhodai Ashar bersama Ahmad, Arif, Agung, Rizmoon, Nofa (yang telah lama tak terdengar kabarnya), Eka, Tazkiya, Riani, Uma, dan Nuri. Semua memiliki satu tujuan yang sama dan akan tetap dilakukan walaupun tidak menjadi pengurus harian lagi, amar ma'ruf nahi munkar. 

Mas'ul baru itu bernama Jabal Akbar Noor atau biasa disapa Akbar. Dia akan mengambil alih kemudi KMIK   agar KMIK tidak kehilangan arah dan momentum untuk berlayar di atas samudera dakwah. Sebuah amanah besar yang diberikan oleh sahabat-sahabat KMIK tentu tak bisa ditopang sendiri oleh Akbar. Semua harus berpangku tangan agar perjalanan yang tak selalu ramah ini bisa dilalui dengan gemilang dan happy ending. Mari bersama KMIK kita laksanakan amar ma'ruf nahi munkar. 

Wallahu'alam bis shawab (catrim)




Monday, December 19, 2011

Terpilihnya Ahmad Karsidi sebagai Presiden IFSA LC UGM



IFSA (International Forestry Student's Association) adalah jaringan global untuk mahasiswa kehutanan. Asosiasi ini menyatukan sekitar 3000 mahasiswa kehutanan di sekitar 73 Local committe (LC) atau asosiasi member di lebih dari 54 negara. IFSA adalah organisasi non pemerintah, nirlaba, dan non relijius, sepenuhnya dijalankan oleh mahasiswa untuk mahasiswa.


IFSA juga ada di universitas-universitas di Indonesia, salah satunya adalah UGM. Di UGM, IFSA berada d Fakultas Kehutanan dan disebut IFSA LC UGM. Saat ini para member IFSA LC UGM cukup aktif dalam pertemuan-pertemuan di kancah internasional, sebut saja Finlandia, Jepang, Thailand, Korea Selatan, dan lain-lain, sudah pernah mereka sambangi.


Kepengurusan IFSA 2010-2011 dengan presiden Amalia Anindia Syarief, mahasiswa Konservasi Sumber Daya Hutan 2008, telah berakhir. Kali ini estafet kepemimpinan telah beralih ke Ahmad Karsidi (Teknologi Hasil Hutan 2009). Kemarin (18/12), sidang umum IFSA telah memutuskan bahwa presiden IFSA LC UGM untuk periode 2011-2012 adalah Ahmad Karsidi.


Ahmad Karsidi atau yang sering disapa Didik memiliki track record yang baik selama berkecimpung di IFSA. Dia sudah dua kali ke luar negeri untuk menghadiri pertemuan-pertemuan LC IFSA. Selain itu dia juga sering menghadiri pertemuan-pertemuan internasional yang diadakan di Indonesia. Jadi, untuk kapabilitas Didik tidak perlu diragukan lagi.



Pengalamannya mewakili delegasi UGM  berawal di Seoul, Korea Selatan untuk mengikuti  IFSS (International Forestry Student's Symposium) dan IUFRO World Congress 2010. Sedangkan pengalaman kedua saat mengikuti Asian Regional Meeting (ARM) IFSA di Kyoto, Jepang. Berikut paper pertama yang dia bawakan  saat mengikuti seleksi untuk menjadi delegasi IFSA LC UGM ke Korea Selatan:


The Role of Forest Ecology(Forestry Education)  
By entering the advanced of global era, the development of forestry growth rapidly. Not only bounded in domestic area, but also take a role in global part. Now days environment issues has become a hot topic to talk and it makes forest in front position as a future hope gene to look for a solution. But in developing process,its not easy to realize. In the fact,environment problem mostly caused by decreasing forest field with developing of infrastructure rate for developing country....  selengkapnya
Paper ini sudah pernah dimuat di dalam Catatan Rimbawan pada 26 Februari 2010


Selain telah terpilih sebagai presiden IFSA LC UGM, Didik juga masih menjabat ketua sub komisi CBD (Convention on Biodiversity) dalam International Processes Commission IFSA. Kesibukannya tidak membuat prestasinya di kampus menjadi buruk. Dia bisa mengelola waktunya dengan baik, mulai dari kuliah, les bahasa inggris, ibadah, dan organisasi.


Perjalanan panjang pria asal Lombok ini tidak sia-sia. Keputusannya memilih jurusan Teknologi Hasil Hutan (Fakultas Kehutanan UGM) merupakan pilihan yang tepat, meskipun harus rela melepaskan statusnya sebagai mahasiswa Teknik Sipil di Universitas Diponegoro, Semarang.


Perjalanan Didik baru dimulai sekarang. Kita semua ingin agar amanah yang dia emban saat ini bisa membuat isu-isu kehutanan di Indonesia bisa diangkat di kancah internasional. Isu-isu kehutanan Indonesia tidak saja masalah kita, namun juga sudah menjadi masalah global. (catrim)


Sunday, December 18, 2011

Mengapa Harus Menyontek?

Kehidupan kampus bukan hal asing lagi bagi saya. Saya sudah hampir merampungkan 5 semester dan sudah bisa dibilang saya sudah melewati setengah jalan perjuangan. 

Kehidupan kampus begitu diidamkan-idamkan oleh para siswa yang yang sudah menginjak tahun terakhir di SMA. Mereka berkutat pada latihan-latihan soal ujian masuk perguruan tinggi, demi impian memasuki perguruan-perguruan tinggi favorit untuk meniti jalan meraih impiannya masing-masing. Walaupun hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa mendapatkan kesempatan ini. Banyak dari mereka yang harus puas dengan ijazah SMA karena berbagai kendala. 

Saya sudah cukup banyak mengecap manis dan pahitnya kehidupan di kampus. Proses untuk mendapatkan ilmu ternyata tidaklah cukup hanya dengan kemauan, namun dibutuhkan landasan kuat, untuk apa kita menuntut ilmu? Hanya sekedar untuk peningkatan taraf hidup (biasanya diukur dengan materi) atau ada keinginan yang kuat sebagai tugas dari Sang Pencipta Allah SWT yang mewajibkan kita menuntut ilmu dan mengamalkannya di kehidupan kita.

Rasanya sulit mencari mahasiswa yang menganggap menuntut ilmu merupakan kewajiban yang bukan sekedar siklus hidup atau untuk prestis semata. Barangkali hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran pemahaman mengenai urgensi menuntut ilmu. Saat ini, yang terjadi bukannya berlomba-lomba untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya melainkan yang ada hanyalah penghambaan terhadap nilai.  Mahasiswa lebih mementingkan hasil daripada sebuah proses.

Fakta di lapangan menunjukkan,  bahwa untuk mendapatkan nilai yang baik ternyata tidak hanya dilalui dengan cara belajar dengan sungguh-sungguh. Melainkan ada "jalan pintas"agar nilai yang "baik" bisa didapatkan. Apa itu?

Ujian yang seharusnya dijadikan sebagai bahan evaluasi kemampuan kita malah menjadi sesuatu yang kurang menarik ketika semuanya dilalui dengan jalan kecurangan. Ada kesedihan ketika melihat sahabat-sahabat mahasiswa banyak yang memilih jalan pintas agar nilainya baik. Sayangnya bukan "Jalan Pintas yang dianggap Pantas" tetapi jalan pintas yang membawa pada kenikmatan sesaat namun akan membawa kesengsaraan besar nantinya, jalan pintas itu adalah menyontek.

Kasus nyata saya temukan saat responsi  suatu praktikum. Responsi bisa dikatakan sebagai alat untuk mengetahui seberapa baik pemahaman praktikan mengenai praktikum yang telah dilalui selama hampir satu semester ini.  Responsi praktikum yang diadakan kemarin (17/12) membuat saya sedikit prihatin dengan keadaan mahasiswa saat ini. Mereka baru menginjak tahun pertama namun masih terus melaksanakan tradisi buruk yang sudah berlaku secara turun temurun di republik ini. Soal yang diberikan pada responsi ini berupa slide , di mana waktu pengerjaan setiap soal berkisar antara 45-50 detik. Punishment berupa pengurangan waktu  untuk semua peserta responsi setiap ada yang menunjukan gelagat ingin menyontek sudah dilakukan. Bahkan pengawasan pun sudah sedemikian ketat. Namun masih saja ada yang menoleh ke kiri dan ke kanan, di mana kesadaran kolektif mereka? Mereka bahkan rela mengorbankan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Saya tidak menggeneralisir, masih banyak juga yang berusaha mengerjakan sendiri.

Sungguh aneh, larangan menyontek sudah dikoar-koarkan sejak kita masih duduk di bangku SD hingga SMA. Saya yakin sebagian besar guru mendidik murid-muridnya untuk tidak menyontek dalam mengerjakan PR, tugas, ataupun ujian. apa yang membuat tradisi ini bisa terus menjalar dari generasi ke generasi dan seakan-akan melekat pada siswa? Entah mengapa di universitas perilaku ini pun masih menjamur. Larangan dengan mengatakan "Jangan mnyontek!" sudah tidak mempan lagi untuk menghadapi perilaku buruk ini. Keinginan menyontek biasanya bisa dipadamkan dengan pengawasan ketat namun ketika pengawasan itu kendur keinginan menyontek itu kembali muncul. Seperti iklan rokok "Taat kalau ada yang lihat".

Rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri juga terlihat semakin luntur dan sangat langka ditemukan. Dalam banyak kasus, seringkali orang yang dicontek belum tentu lebih tahu lebih daripada yang menyontek. Untuk modus penggunaan joki saat tes masuk perguruan tinggi itu lain hal, namun tetap menunjukkan rasa percaya diri yang luntur. Lalu bagaimana jika mencontek buku atau istilahnya krepe'an atau lainnya, bukankah itu bisa menjamin jawaban akan benar? Kembalikan ke depan, di mana rasa percaya diri kita? Ujian, responsi, atau semacam dilaksanakan untuk menguji seberapa baik pemahaman kita bukan untuk menguji kemampuan kita dalam bergerilya membuka buka buku atau krepe'an

Jika kita mendapatkan nilai yang "jelek", hal itu menjadi indikator bahwa pemahaman kita masih kurang. Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah belajar lebih giat lagi. Ekstrimnya coba kita bayangkan seorang sarjana teknik yang lulus dengan menyontek dan kepahamannya sangat kurang, dia mendapat tugas merancang jembatan. Apa yang akan dia lakukan? ada dua pilihan, dia menyewa orang dan menyatakan bahwa itu karyanya sendiri atau dia mencoba merancang sendiri. Dua-duanya sama-sama berakibat fatal, yang pertama dia sudah melakukan kebohongan, sedangkan yang kedua dia dapat mencelakakan banyak orang. Ini hanya contoh dan semoga kita mulai berpikir untuk menghindari perilaku buruk ini.

Masih adakah yang ingin merasakan kebahagiaan sejati, yaitu ketika hasil kerja keras mendapatkan apresiasi dengan nilai yang bagus, bukan nilai yang bagus tapi diperoleh dengan jalan-jalan yang buruk? Semoga saja masih ada. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar harusnya bisa mengamalkan akhlak baik yang merupakan perintah Allah SWT. Jujur adalah salah satu akhlak baik yang diperintahkan Allah untuk kita laksanakan, saya rasa teman-teman setuju bahwa menyontek adalah tindakan tidak jujur. Pengamalan Islam dalam kehidupan sehari-hari harusnya bukan sekedar wacana yang didengungkan saat ujian pendidikan agama Islam saja. Ketika ada kesadaran ini muncul, insyaAllah perilaku menyontek bisa mulai dikurangi, semoga saja. Wallahu'alam bis shawab  (catrim)

Friday, December 16, 2011

Catatan Rimbawan Berbicara tentang Pemilihan Raya

Euphoria Pemilihan Raya (Pemira) di Universitas Gadjah Mada (UGM) makin hari makin terasa, walaupun tak semeriah tahun lalu. Foto-foto calon presiden mahasiswa dan dewan perwakilan mahasiswa KM (kleuarga mahasiswa) UGM bisa dilihat dalam format yang beragam, bisa berupa baliho, pamflet, leaflet kecil, dan yang sekarang sedang naik daun adalah penggunaan internet dan jejaring sosial.


KM Fakultas Kehutanan (KM FKT) juga tak mau ketinggalan even tahunan ini. Setiap fakultas juga mengadakan pemira untuk memimpin lembaga eksekutif maupun legislatifnya masing-masing, termasuk fakultas kehutanan. Bursa calon tak pernah kehabisan stok, selalu ada yang mencoba mengisi lowongan menjadi calon dengan berbagai motivasi yang berbeda. 


Jika saya disuruh mengungkapkan pendapat mengenai pemira tingkat fakultas, saya akan mengurai beberapa hal. Pertama, terkait adanya kubu pengamat, organisasi A, organisasi B, dan independen. Istilah ini akan bergema ketika calon yang lolos pendaftaran dan verifikasi diumumkan. Istilah itu tidak sepenuhnya benar namun tidak sepenuhnya salah. Hal ini bisa jadi terkait pengalaman yang terjadi sebelumnya, di mana ada anggapan bahwa orang-orang yang berkecimpung organisasi A atau B terlihat sering ingin menguasai lembaga yang ada di KM FKT. Sehingga pengamat-pengamat ada yang geram ataupun merasa bosan dengan kondisi semacam ini, namun anehnya mereka tidak berusaha menyodorkan calon yang menurut mereka lebih baik dibandingkan kubu organisasi A dan organisasi B. Sedangkan pihak yang ingin dianggap independen berusaha mengambil kesempatan di antara cold war kubu-kubu ini. 


Kedua, mengenai partisipasi publik pada pemira kali ini, kebanyakan masih didominasi oleh para mahasiswa yang sudah terlanjur berkecimpung di dalam organisasi, termasuk juga pendukung calon, baik calon ketua LEM (lembaga eksekutif mahasiswa) atau calon pimpinan DPM. Mahasiswa yang termasuk tipe lain belum terlalu banyak  berkontribusi, bisa jadi karena kesibukan ataupun merasa tidak adanya perubahan yang signifikan dengan ada atau tidaknya lembaga semacam itu. Partisipasi publik merupakan hal yang penting, puncaknya dapat kita lihat pada hari pencontrengan. Kalau memang makin sedikit yang ikut memilih, maka perlu r-evolusi besar-besaran dalam tubuh LEM maupun DPM agar mahasiswa tidak menjadi apatis dengan kegiatan yang mereka laksanakan.


Ketiga, melihat calon-calon yang ada, semua adalah mahasiswa-mahasiswa yang sudah biasa mengisi harinya di dalam organisasi-organisasi di fakultas. Mengenai calon yang maju, banyak yang lepas dari dugaan saya sebelumnya, namun beberapa juga tepat. Beberapa calon memang sudah terlihat sejak awal ambisinya untuk maju menjadi calon, namun beberapa orang lainnya nampak seperti habis di-charge agar mau mancalonkan diri. Namun ketika sudah memegang nomor masing-masing, mau tidak mau mereka harus siap untuk menjalankan amanah yang nanti mereka dapatkan. Perkara kualitas, saya tidak meragukan para calon, namun saya juga agak pesimis ketika ada calon yang menurut saya sama sekali tidak cocok dan terlihat main-main. Track record menjadi penting di sana, calon-calon yang mempunyai track record yang baik ditunjang dengan kedekatan dengan para calon pemilih kemungkinan besar akan lebih mudah mendulang suara. 


Keempat, Barangkali saya bisa menyebut ini sebagai FAQ (frequently asked question), kenapa saya tidak mencalonkan diri? saya sudah menyiapkan jawaban-jawabannya. 

  • Saya tidak mau maju lagi karena saya ingat sekali pesan ayah dari Gus Mus (A. Mustofa Bisri) yang saya baca dari bukunya Membuka Pintu Langit bahwa:
"Tak akan rusak orang yang tahu batas kemampuannya"
Saya merasa tidak punya kemampuan untuk memimpin LEM maupun DPM (saat ini saya masih menjabat di komisi II DPM) . Walaupun ada yang menganggap saya punya kemampuan, saya pikir mereka tertipu dengan penampilan luar. Terlalu banyak pergolakan batin ketika harus memimpin lembaga-lembaga yang menaungi banyak kalangan, sehingga amanah memimpin lembaga tersebut terlalu besar dan tidak sanggup saya pikul. 
  • Alasan lainnya karena saya ingin sedikit mengarahkan perhatian saya ke studi. Saya ingin menjadi sarjana kehutanan yang sesungguhnya khususnya pada bidang teknologi pengolahan hasil hutan. Butuh waktu untuk mendalami ilmu-ilmu yang ada dalam bidang tersebut, sehingga saya memilih untuk tidak mencalonkan diri lagi.
  • Fokus pada kegiatan organisasi lain juga menjadi alasan saya untuk tidak bergabung untuk merasakan dahsyatnya pemira. Saya akan berusaha meluangkan waktu lebih banyak dalam organisasi dakwah sembari menuntut ilmu agama.
  • Terakhir, saya ingin mengambil KKN (kuliah kerja nyata) di Kalimantan Barat setengah tahun ke depan. Salah satu persyaratan calon adalah tidak boleh mengikuti KKN di luar Jawa. 
Harapan saya untuk Pemira Fakultas Kehutanan kali ini adalah pemira yang bersih, calon yang terpilih nantinya punya aksi yang nyata, partisipasi aktif dari para mahasiswa untuk bersinergi bersama pemimpin yang nanti terpilih, dan terakhir saya berharap adanya koordinasi yang baik antara sesama mahasiswa maupun dengan pihak dekanat. 


Perubahan itu memang pilihan. (catrim)

Saturday, December 3, 2011

Mereka Bernama Mimpi, Cita, dan Harapan

Berbicara tentang masa depan, memang sesuatu yang belum bisa kita jamah. Masa depan, sampai saat ini masih menjadi misteri dan hanya dapat diketahui ketika kita telah melewatinya. Namun sudah bisa terjamah oleh alam pikiran dengan cara merumuskan mimpi, merajut cita, dan membangun harapan untuk menciptakan sendiri masa depan kita.


Waktu tak pernah mau berkompromi dengan kita, tak sadar kita terus berjalan bersamanya. Di tengah perjalanan, orang yang selalu merencanakan hidup dengan baik tidak akan terlalu terkejut dengan perjalanan yang dilaluinya bersama sang waktu. Sedangkan seseorang yang terlalu terbuai oleh buaian waktu pada suatu saat akan berbalik memaki-maki sang waktu karena bayang-bayang kegagalan menghimpitnya.


Sebagai manusia yang dewasa, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk membuat perencanaan yang matang untuk melalui jeram-jeram kehidupan yang tidak sudi mendengar keluhan kita. Tidak terlalu dini ketika kita mengotak-atik jadwal hidup ini di saat kita baru merasakan atmosfer kampus.


Saya pun bukan makhluk sempurna yang telah mempraktekkan teori ini. Saya cukup lama terjebak dalam ketidaktahuan. Tidak tahu bahwa saya telah melalui jalur yang salah. Saya hanya punya mimpi, cita, dan harapan, tanpa tahu cara meraih semuanya. 


Tak ada yang salah jika kita punya mimpi, cita, dan harapan. Banyak orang mengatakan bermimpi itu gratis. Kita hanya seperti daging bertulang yang diberi otak tetapi tidak tahu apa manfaat dari semua potensi yang dimilikinya. Hidup menjadi seperti sebuah formalitas belaka. 


Mimpi, cita, dan harapan dapat kita rangkum menjadi visi. Visi lah yang biasanya memiliki kemampuan membakar. Membakar potensi-potensi kita agar dapat terus bergerak dengan dinamis.


Marilah kita sadarkan diri kita sendiri, evaluasi diri kita, sudah sampai di mana kita? Sudahkah kita menengok kembali visi kita? Tandai posisi kita saat ini, lanjutkan perjalanan setelah mengecek perbekalan yang ada.


Saya sendiri ingin tetap menjadi Hairi Cipta. Seorang rimbawan, jurnalis, calon peneliti, dan penulis. (cat-rim)