Thursday, September 8, 2016

Meniti Langkah ke Kyoto (bagian 2): Menghadapi Dua Pilihan

Manusia memang sosok makhluk yang unik. Ketika tidak mempunyai pilihan mereka akan kebingungan. Namun ketika dihadapkan dengan banyak pilihan, mereka tidak kalah bingung. Begitupula saya, tidak hanya satu kali menghadapi situasi yang mengharuskan saya memilih dengan segala konsekuensi baik dan buruknya. Di sinilah kita diharuskan untuk belajar memilih dengan bijak dengan tak melupakan Sang Penguasa segala urusan. Tulisan ini merupakan kelanjutan dari Meniti Langkah ke Kyoto (bagian 1)


Menjelang kelulusan saya berjuang mencari peluang-peluang untuk melanjutkan studi dengan beasiswa. Rasa-rasanya untuk umur setua ini tidak pantas lagi kuliah dengan biaya dari orang tua. Kebetulan kesempatan yang pertama datang adalah tawaran beasiswa MEXT (Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology) Jepang atau dikenal juga dengan beasiswa Monbukagakusho. Waktu itu, universitas yang menjadi host adalah Tokyo University of Agricultural and Technology (TUAT) dari departemen IEAS (International Environmental and Agricultural Science). Saya mencoba mengirimkan segala macam dokumen yang disyaratkan baik via email maupun via pos. Namun kali ini, saya belum diberi kesempatan untuk melangkahkan kaki di Tokyo, sehingga kesempatan pertama saya telah kandas. Mungkin masih terlalu banyak kekurangan pada dokumen yang sudah saya siapkan. Utamanya terkait topik riset untuk tesis. Waktu itu saya mengajukan topik riset :  “Seed Germination and Cambial Growth of Acacia decurrens That Are Growing in Merapi Volcano National Park, Indonesia." Saya mencoba menghubungkan minat saya (anatomi kayu) dengan bidang dari calon profesor. Entah apa yang menjadi alasan utama penolakan tersebut, yang jelas saya harus mengubur sementara cita-cita saya ke Jepang.

Kedua kalinya, saya mencoba melamar lagi beasiswa Monbukagakusho di kampus yang sama, TUAT pada bulan Desember 2014. Syaratnya tidak berbeda dengan yang sebelumnya. Kali ini topik penelitian yang saya ajukan adalah “The effect of tar treatment on the different level of gall rust symptom on Falcataria moluccana tree", setelah berdiskusi dengan Dr. Sri RahayuCatatan pentingnya adalah bahwa Dr. Oikawa Yosei, dosen TUAT yang saya kontak terkait beasiswa ini, mengatakan bahwa Indonesia bukan lagi prioritas untuk beasiswa Monbukagakusho, dan sekarang TUAT berfokus merekrut mahasiswa yang berasal dari negara-negara Mekong (seperti Myanmar) dan negara-negara di Afrika.  Akhirnya seperti dugaan saya, kali ini kesempatan tersebut kandas lagi. Baiklah, memang belum rezeki lagi. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan saya untuk terus mencoba berburu beasiswa. Apalagi masih ada kesempatan untuk stay di kampus dan mencoba lagi tawaran beasiswa yang lain.

Hingga suatu ketika, saya melihat foto teman kuliah semasa S1 mengikuti acara semacam persiapan untuk para penerima beasiswa dari Pemerintah Republik Indonesia yang populer dengan nama beasiswa LPDP. LPDP sendiri singkatan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Salah satu program LPDP adalah program beasiswa untuk studi magister dan doktoral dalam dan luar negeri, beasiswa pendidikan dokter spesialis dalam negeri, beasiswa tesis dan disertasi, serta program-program lainnya. Di mana hal ini menjadikan Indonesia bukan lagi negara yang harus berharap secara penuh kepada negara lain untuk memberikan beasiswa kepada putra putrinya, namun telah menjelma menjadi negara yang secara mandiri dan sangat mampu menghidupi putra putrinya saat menempuh pendidikan di dalam dan luar negeri.

Saya mencoba mengulik informasi dari teman saya tersebut. Dia berbagi banyak hal terkait beasiswa ini, sehingga membulatkan tekad saya untuk mencoba melamar beasiswa ini. Haluan agak berubah, saya memutuskan untuk mendaftar beasiswa magister dalam negeri saja. Agak panjang ceritanya sehingga saya memilih program studi Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada. Akhirnya saya mencoba mempersiapkan aplikasi beasiswa LPDP dengan sebaik-baiknya agar bisa lolos dan mendapatkan beasiswa pada kesempatan ini. Seluruh proses pendaftaran untuk proses administrasi sudah bisa dilakukan secara online. Formulir diisi secara online dan dokumen-dokumen pendukung harus di-scan terlebih dahulu dan diupload ke sistem yang sudah disiapkan oleh LPDP.

Di saat yang bersamaan, kesempatan lain muncul. Kesempatan yang tak kalah menggiurkan, yaitu beasiswa PMDSU (Pendididikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul). Di mana beasiswa ini memungkinkan si penerima beasiswa untuk mendapat gelar Magister sekaligus Doktor dalam waktu yang relatif singkat, yaitu 4 tahun. Selain itu, beasiswa ini juga memberikan kesempatan kepada penerima beasiswa untuk menjadi dosen setelah lulus nanti. Syarat pendaftaran sangat mudah, tinggal mengikuti prosedur pendaftaran yang berlaku di Perguruan Tinggi yang ditunjuk. Kebetulan Fakultas Kehutanan UGM masuk dalam program ini. Selain itu, dalam PMDSU, calon pendaftar harus memilih promotor utamanya. Waktu itu, saya mencoba melakukan pendekatan kepada Dr. Ganis Lukmandaru,  salah satu promotor di Fakultas Kehutanan yang sudah saya kenal dengan baik. Selain itu, bidang beliau sama dengan jurusan saya selama S1. 

Berita baiknya, saya dinyatakan lolos untuk seleksi admistrasi beasiswa LPDP dan diharapkan untuk hadir mengikuti seleksi wawancara, essay on the spot, dan leaderless group discussion. Mungkin kisah rinci tentang seleksi ini akan saya ceritakan pada tulisan-tulisan lainnya. 

Tibalah pada hal yang paling mengesalkan dari setiap proses perburuan beasiswa, yaitu menunggu pengumuman. Aktivitas sehari-hari masih saya jalani seperti biasa, tetapi masih ada rasa harap-harap cemas apakah aplikasi beasiswa saya akan diterima atau ditolak. Apalagi sudah mengalami pengalaman penolakan berkali-kali. Lagi-lagi, akan lebih baik jika menyerahkan segala keputusan akan segala urusan kepada yang Di Atas. 

Akhirnya tibalah hari pengumuman. Tanpa bermaksud mendapat jawaban dari penantian, saya mencoba membuka akun LPDP saya. Betapa terkejutnya saya, ketika membaca tulisan bahwa saya dinyatakan lolos seleksi wawancara. Walaupun sempat terbersit keraguan apakah aplikasi saya benar-benar diterima secara final atau masih harus mengikuti seleksi lain lagi? Akhirnya setelah mencoba melihat info di grup Facebook yang merupakan media sharing beasiswa LPDP, saya menemukan jawaban bahwa pengumuman itu adalah pengumuman final. Betapa bergembiranya saya saat itu. 

Akhirnya menjadi calon awardee LPDP
Hari-hari berikutnya tiba, kali ini pengumuman beasiswa PMDSU. Kejutan kedua terjadi, saya harus menerima kenyataan bahwa aplikasi beasiswa saya diterima. Sungguh sebuah anugerah yang luar biasa. Akhirnya penantian ini tidak sia-sia, dua pengumuman ini menjadikan saya sebagai kandidat penerima beasiswa. Tentunya saya tidak boleh memilih keduanya. Inilah yang saya katakan sebagai kebingungan pada dua pilihan yang ada. 
Juga menjadi calon awardee PMDSU


Setelah menimbang-nimbang, berdiskusi dengan dosen, teman-teman, dan keluarga, ditambah dengan sholat istiqoroh untuk mengharapkan petunjuk dari-Nya. Inilah saat di mana saya terbiasa dengan tidak adanya pilihan. Ketika akhirnya bisa memilih, pilihan yang ada terlalu banyak. Saya akhirnya memutuskan untk mengambil beasiswa LPDP dengan konsekuensi saya harus merelakan beasiswa PMDSU tersebut. 

Itulah keputusan yang pada akhirnya akan membawa saya pada jalan panjang menuju tanah para samurai. Tentunya dengan kisah-kisah yang sangat menantang dan membutuhkan tekad kuat. 









2 comments:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by a blog administrator.

      Delete