Monday, June 4, 2012
Kehutanan di Era Reformasi - iGreen #3
Yogyakarta (1/6 2012) - Sejauh ini kehutanan berbasis masyarakat (Community Forest Based Management), kehutanan sosial (Social Forestry) atau apapun namanya, hanyalah sebatas retorika. Hal inilah yang dapat disimpulkan oleh kedua pembicara iGreen Discussion #3 yang mengangkat tema "Kehutanan di Era Reformasi". iGreen Discussion diselenggarakan oleh Lembaga Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM.
Diskusi kali ini dilaksanakan di auditorium Fakultas Kehutanan UGM dengan menghadirkan Ir. Herry Santoso, M.P. (ketua Badan Pengurus Java Learning Center) dan Dr. Ahmad Maryudi, S.Hut., M.For (Dosen maka kuliah Kebijakan Hutan Fakultas Kehutanan UGM). Diskusi ini dihadiri oleh sekitar 30 orang yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM dari berbagai angkatan dan juga 1 orang dari kalangan umum.
Bapak Herry Santoso banyak bercerita mengenai perkembangan kehutanan berbasis masyarakat selama era reformasi. Pekerjaanya sebagai aktivis LSM membuat Bapak Herry tahu bagaimana kenyataan di lapangan saat kehutanan berbasis masyarakat mulai banyak disuarakan. Sebelumnya orientasi pengelolaan hutan masih berbasis negara. Setelah orde baru berakhir dan berganti dengan reformasi, orientasi pengelolaan hutan bergeser menjadi pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Menurut beliau, hal ini disebabkan adanya pandangan kehutanan yang berbasis industri tidak bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan kelestarian hutan.
Reformasi memang diharapkan bisa menjadi alat untuk menyuarakan pemerintah untuk menerbitkan izin untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Baru tahun 2007 usaha ini membuahkan hasil dengan bolehnya koperasi mengelola hutan. Menteri Kehutanan pada saat itu, MS. Kaban bersama dengan Jusuf Kalla ikut dalam usaha mengembangkan kehutanan berbasis masyarakat dengan menargetkan 2,5 juta Ha hutan kemasyarakatan (HKm) dan hutan desa.
Munculnya PP No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (belakangan diubah dengan PP No. 3 tahun 2008) dianggap sebagai kemajuan di mana masyarakat diperbolehkan untuk memanfaatkan hutan dengan perizinan selama 35 tahun.
Perlu diakui capaian dari kehutanan berbasis masyarakat masih rendah. Target 500 ribu hektar per tahun izin yang dikeluarkan ternyata baru terpenuhi 0,1 %. Birokrasi yang semakin terdiri dari banyak “meja” membuat izin yang harusnya dikeluarkan selama 90 hari malah harus menunggu 300 hari.
Bapak Ahmad Maryudi memandang kebijakan kehutanan yang diterapkan di Indonesia tak bisa dilepaskan dari pengaruh luar. Ideologi-ideologi yang ditularkan oleh lembaga-lembaga asing telah banyak mempengaruhi pengelolaan hutan di Indonesia. Ketika tahun 70an hutan masih dianggap sebagai milik negara, namun belakangan berkembang pandangan bahwa hutan adalah milik dunia.
Perkembangan sebelum tahun 1998, LSM belum kelihatan kiprahnya dalam mempengaruhi kebijakan. Namun momen reformasi pada tahun 1998 membuat LSM dapat memberikan peran dalam mempengaruhi kebijakan.
Selama era reformasi berkembanglah sertifikasi pengelolaan hutan lestari, sistem verifikasi legalitas kayu, dan juga REDD yang kental dengan pengaruh dunia internasional. “Pemerintah menunjukkan sikap yang sangat afirmatif terhadap ide yang berasal dari luar”,kata Bapak Ahmad Maryudi.
Untuk melihat hubungan mesra antara pemerintah dan pemodal, beliau menyarankan para peserta untuk melihat Gedung Manggala Wana Bhakti di Jakarta. Selain Kementerian Kehutanan, di kompleks tersebut telah berkantor BUMN dan Perusahaan HPH.
Kebijakan pemerintah yang cukup inkonsisten, salah satunya adalah mengenai tanaman kelapa sawit menjadi salah satu tanaman HTI (hutan tanaman industri). Kebijakan itu akan diimplementasikan melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor 62 tahun 2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK/HTI). Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan menandatangani peraturan ini. Tidak sampai 1 bulan, Permenhut ini telah dicabut lagi. Namun perlu kita ketahui, menurut Bapak Ahmad Maryudi dalam kurun waktu hampir satu bulan itu sudah banyak izin yang diberikan kepada para pengusaha kelapa sawit!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment