Kuliah Dasar-dasar Pengelolaan Satwa Liar mampu mengantarkan saya pada ingatan-ingatan masa lalu saya. Ingatan-ingatan ketika masih di kampung halaman bersama satwa-satwa liar yang ada di sana.
Kalimantan Timur, provinsi yang sering disebut-sebut di dalam perkuliahan di Fakultas Kehutanan. Saya heran, apa menariknya provinsi ini. Mungkin beberapa pengalaman saya ini bisa memberikan gambaran kebudayaan yang ada di sana.
Satwa liar di Kalimantan Timur juga menjadi salah satu pilihan kuliner. Termasuk saya juga sudah pernah mencobanya. Salah satu satwa yang menjadi sasaran adalah penyu. Masih berkaitan dengan urusan kuliner dan penyu, ketika saya tinggal di Bontang dalam rangka menempuh pendidikan SMK selama 3 tahun, saya harus menyewa kamar kos karena tidak punya saudara di sana. Suatu hari, putra ibu kos bersama istri dan temannya sedang bakar-bakar sate. Tahukah anda sate apa yang dibakar? Tadi telurnya sekarang dagingnya. Ya.. sate daging penyu. Saya sampai tak habis pikir, bisa-bisanya spesies langka seperti itu berakhir di tusuk sate. Saya pun ditawari sate itu, namun tidak saya makan. Entah mengapa saya tidak mau memakan sate penyu, akhirnya sate itu saya bawa ke rumah salah seorang teman, sebut saja Andro. Pikiran jahil pun muncul, saya biarkan saja Andro memakan sate itu tanpa memberitahu bahwa itu daging penyu. Saya tak habis pikir ternyata Andro belum bisa membedakan antara sate ayam dan sate dari spesies langka, dia memakannya dengan lahap..hehe. Setelah selesai dilahap barulah saya memberitahu dia bahwa yang dia makan adalah daging penyu. Entah apa yang dirasakannya, kemungkinan dia mual setelah mendengar “pengakuan” saya. Saya jahat sekali ya? sate buaya Anda pernah melihat Rob Bredl atau Steve Irwin (Alm) menaklukkan buaya? Mereka tangkas sekali kalau sudah berurusan dengan satwa berahang kuat ini. Teknik yang mereka gunakan nampaknya sudah teruji dan selalu saja buaya-buaya itu bisa ditaklukkan. Saya mungkin memang tidak pernah menangkap buaya apalagi duduk di atas punggungnya. Saya boleh sedikit lebih sombong, karena saya sudah pernah memakan daging buaya...hehe. Untuk sekali seumur hidup saya sudah pernah melahap daging buaya dari tusuk sate. Sate buaya dapat kita jumpai di Penangkaran Buaya Tritip, Balikpapan. Penangkaran buaya ini memang ditujukan untuk bisnis. Buaya-buaya itu harus rela dikorbankan untuk diambil kulit, daging, alat kelamin, dan beberapa bagian tubuhnya. Di tempat inilah dilakukan kegiatan penyamakan kulit hingga kulit buaya siap untuk diolah menjadi tas, sabuk, dan dompet. Daging buaya juga dipercaya ampuh untuk mengobati berbagai macam penyakit. Kadang-kadang seperti inilah kekejaman manusia yang sulit sekali kita tolak. Manusia memelihara dan memberi makan satwa-satwa dengan maksud untuk membantainya suatu saat ketika sudah dewasa. Masih berkaitan dengan buaya. Di Tenggarong, Kutai Kartanegara beberapa tahun yang lalu. Ada buaya yang dinamai sebagai “buaya setia”. Satwa ini unik sekali dan bisa dikatakan buaya ini bukan lagi satwa liar saking jinaknya kepada manusia. Ketika saya melihat foto kakak sepupu saya saat dia masih kecil, sungguh luar biasa karena dia berpose di atas tubuh spesies yang terkenal cukup kejam dengan manusia. Tidak jauh dari Tenggarong, di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, sudah banyak manusia yang berakhir di dalam lambung buaya. Ada kisah yang unik dari pemilik buaya ini. Pertama kali beliau bertemu dengan buaya ini adalah saat beliau memancing. Entah mengapa pancingan beliau malah digigit oleh buaya. Akhirnya buaya itu dilepaskan lagi, tapi anehnya buaya itu kembali kena pancingan lagi. Setelah berlangsung beberapa kali, orang itu akhirnya menyerah dan terpaksa membawa pulang buaya itu. Buaya itu dipelihara hingga dewasa bahkan sampai menemui ajalnya (R.I.P.), sifat liar buaya ini benar-benar hilang. Mohon maaf jika tulisan ini membuat teman-teman marah. Saya akan berusaha untuk tidak memakan telur penyu lagi V(^-^). Ayo kita lestarikan alam dan sayangi satwanya! Image pinjem dari:
No comments:
Post a Comment