Sunday, December 18, 2011

Mengapa Harus Menyontek?

Kehidupan kampus bukan hal asing lagi bagi saya. Saya sudah hampir merampungkan 5 semester dan sudah bisa dibilang saya sudah melewati setengah jalan perjuangan. 

Kehidupan kampus begitu diidamkan-idamkan oleh para siswa yang yang sudah menginjak tahun terakhir di SMA. Mereka berkutat pada latihan-latihan soal ujian masuk perguruan tinggi, demi impian memasuki perguruan-perguruan tinggi favorit untuk meniti jalan meraih impiannya masing-masing. Walaupun hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa mendapatkan kesempatan ini. Banyak dari mereka yang harus puas dengan ijazah SMA karena berbagai kendala. 

Saya sudah cukup banyak mengecap manis dan pahitnya kehidupan di kampus. Proses untuk mendapatkan ilmu ternyata tidaklah cukup hanya dengan kemauan, namun dibutuhkan landasan kuat, untuk apa kita menuntut ilmu? Hanya sekedar untuk peningkatan taraf hidup (biasanya diukur dengan materi) atau ada keinginan yang kuat sebagai tugas dari Sang Pencipta Allah SWT yang mewajibkan kita menuntut ilmu dan mengamalkannya di kehidupan kita.

Rasanya sulit mencari mahasiswa yang menganggap menuntut ilmu merupakan kewajiban yang bukan sekedar siklus hidup atau untuk prestis semata. Barangkali hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran pemahaman mengenai urgensi menuntut ilmu. Saat ini, yang terjadi bukannya berlomba-lomba untuk mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya melainkan yang ada hanyalah penghambaan terhadap nilai.  Mahasiswa lebih mementingkan hasil daripada sebuah proses.

Fakta di lapangan menunjukkan,  bahwa untuk mendapatkan nilai yang baik ternyata tidak hanya dilalui dengan cara belajar dengan sungguh-sungguh. Melainkan ada "jalan pintas"agar nilai yang "baik" bisa didapatkan. Apa itu?

Ujian yang seharusnya dijadikan sebagai bahan evaluasi kemampuan kita malah menjadi sesuatu yang kurang menarik ketika semuanya dilalui dengan jalan kecurangan. Ada kesedihan ketika melihat sahabat-sahabat mahasiswa banyak yang memilih jalan pintas agar nilainya baik. Sayangnya bukan "Jalan Pintas yang dianggap Pantas" tetapi jalan pintas yang membawa pada kenikmatan sesaat namun akan membawa kesengsaraan besar nantinya, jalan pintas itu adalah menyontek.

Kasus nyata saya temukan saat responsi  suatu praktikum. Responsi bisa dikatakan sebagai alat untuk mengetahui seberapa baik pemahaman praktikan mengenai praktikum yang telah dilalui selama hampir satu semester ini.  Responsi praktikum yang diadakan kemarin (17/12) membuat saya sedikit prihatin dengan keadaan mahasiswa saat ini. Mereka baru menginjak tahun pertama namun masih terus melaksanakan tradisi buruk yang sudah berlaku secara turun temurun di republik ini. Soal yang diberikan pada responsi ini berupa slide , di mana waktu pengerjaan setiap soal berkisar antara 45-50 detik. Punishment berupa pengurangan waktu  untuk semua peserta responsi setiap ada yang menunjukan gelagat ingin menyontek sudah dilakukan. Bahkan pengawasan pun sudah sedemikian ketat. Namun masih saja ada yang menoleh ke kiri dan ke kanan, di mana kesadaran kolektif mereka? Mereka bahkan rela mengorbankan orang lain demi kepentingan mereka sendiri. Saya tidak menggeneralisir, masih banyak juga yang berusaha mengerjakan sendiri.

Sungguh aneh, larangan menyontek sudah dikoar-koarkan sejak kita masih duduk di bangku SD hingga SMA. Saya yakin sebagian besar guru mendidik murid-muridnya untuk tidak menyontek dalam mengerjakan PR, tugas, ataupun ujian. apa yang membuat tradisi ini bisa terus menjalar dari generasi ke generasi dan seakan-akan melekat pada siswa? Entah mengapa di universitas perilaku ini pun masih menjamur. Larangan dengan mengatakan "Jangan mnyontek!" sudah tidak mempan lagi untuk menghadapi perilaku buruk ini. Keinginan menyontek biasanya bisa dipadamkan dengan pengawasan ketat namun ketika pengawasan itu kendur keinginan menyontek itu kembali muncul. Seperti iklan rokok "Taat kalau ada yang lihat".

Rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri juga terlihat semakin luntur dan sangat langka ditemukan. Dalam banyak kasus, seringkali orang yang dicontek belum tentu lebih tahu lebih daripada yang menyontek. Untuk modus penggunaan joki saat tes masuk perguruan tinggi itu lain hal, namun tetap menunjukkan rasa percaya diri yang luntur. Lalu bagaimana jika mencontek buku atau istilahnya krepe'an atau lainnya, bukankah itu bisa menjamin jawaban akan benar? Kembalikan ke depan, di mana rasa percaya diri kita? Ujian, responsi, atau semacam dilaksanakan untuk menguji seberapa baik pemahaman kita bukan untuk menguji kemampuan kita dalam bergerilya membuka buka buku atau krepe'an

Jika kita mendapatkan nilai yang "jelek", hal itu menjadi indikator bahwa pemahaman kita masih kurang. Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah belajar lebih giat lagi. Ekstrimnya coba kita bayangkan seorang sarjana teknik yang lulus dengan menyontek dan kepahamannya sangat kurang, dia mendapat tugas merancang jembatan. Apa yang akan dia lakukan? ada dua pilihan, dia menyewa orang dan menyatakan bahwa itu karyanya sendiri atau dia mencoba merancang sendiri. Dua-duanya sama-sama berakibat fatal, yang pertama dia sudah melakukan kebohongan, sedangkan yang kedua dia dapat mencelakakan banyak orang. Ini hanya contoh dan semoga kita mulai berpikir untuk menghindari perilaku buruk ini.

Masih adakah yang ingin merasakan kebahagiaan sejati, yaitu ketika hasil kerja keras mendapatkan apresiasi dengan nilai yang bagus, bukan nilai yang bagus tapi diperoleh dengan jalan-jalan yang buruk? Semoga saja masih ada. Indonesia yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar harusnya bisa mengamalkan akhlak baik yang merupakan perintah Allah SWT. Jujur adalah salah satu akhlak baik yang diperintahkan Allah untuk kita laksanakan, saya rasa teman-teman setuju bahwa menyontek adalah tindakan tidak jujur. Pengamalan Islam dalam kehidupan sehari-hari harusnya bukan sekedar wacana yang didengungkan saat ujian pendidikan agama Islam saja. Ketika ada kesadaran ini muncul, insyaAllah perilaku menyontek bisa mulai dikurangi, semoga saja. Wallahu'alam bis shawab  (catrim)

3 comments:

  1. Kerennnn,,, Artikelnya bagus semua,,, "CO ASS" teladan,, hahahaha,,, BAHASANYA TOP BGT,,,

    #dari praktikan FITOGEOGRAFI yang tulisannya tegak bersambung,,#
    :D

    ReplyDelete
  2. gw suka gaya loe !! :D
    mari berantas budaya MENYONTEK mulai dari diri sendiri !!

    ReplyDelete
  3. wah udah afal ama tulisanmu gilang .. hhe ..

    @mashumi: stuju ma,, mari tularkan virus brantas menyontek .. :)

    ReplyDelete