Friday, December 16, 2011

Catatan Rimbawan Berbicara tentang Pemilihan Raya

Euphoria Pemilihan Raya (Pemira) di Universitas Gadjah Mada (UGM) makin hari makin terasa, walaupun tak semeriah tahun lalu. Foto-foto calon presiden mahasiswa dan dewan perwakilan mahasiswa KM (kleuarga mahasiswa) UGM bisa dilihat dalam format yang beragam, bisa berupa baliho, pamflet, leaflet kecil, dan yang sekarang sedang naik daun adalah penggunaan internet dan jejaring sosial.


KM Fakultas Kehutanan (KM FKT) juga tak mau ketinggalan even tahunan ini. Setiap fakultas juga mengadakan pemira untuk memimpin lembaga eksekutif maupun legislatifnya masing-masing, termasuk fakultas kehutanan. Bursa calon tak pernah kehabisan stok, selalu ada yang mencoba mengisi lowongan menjadi calon dengan berbagai motivasi yang berbeda. 


Jika saya disuruh mengungkapkan pendapat mengenai pemira tingkat fakultas, saya akan mengurai beberapa hal. Pertama, terkait adanya kubu pengamat, organisasi A, organisasi B, dan independen. Istilah ini akan bergema ketika calon yang lolos pendaftaran dan verifikasi diumumkan. Istilah itu tidak sepenuhnya benar namun tidak sepenuhnya salah. Hal ini bisa jadi terkait pengalaman yang terjadi sebelumnya, di mana ada anggapan bahwa orang-orang yang berkecimpung organisasi A atau B terlihat sering ingin menguasai lembaga yang ada di KM FKT. Sehingga pengamat-pengamat ada yang geram ataupun merasa bosan dengan kondisi semacam ini, namun anehnya mereka tidak berusaha menyodorkan calon yang menurut mereka lebih baik dibandingkan kubu organisasi A dan organisasi B. Sedangkan pihak yang ingin dianggap independen berusaha mengambil kesempatan di antara cold war kubu-kubu ini. 


Kedua, mengenai partisipasi publik pada pemira kali ini, kebanyakan masih didominasi oleh para mahasiswa yang sudah terlanjur berkecimpung di dalam organisasi, termasuk juga pendukung calon, baik calon ketua LEM (lembaga eksekutif mahasiswa) atau calon pimpinan DPM. Mahasiswa yang termasuk tipe lain belum terlalu banyak  berkontribusi, bisa jadi karena kesibukan ataupun merasa tidak adanya perubahan yang signifikan dengan ada atau tidaknya lembaga semacam itu. Partisipasi publik merupakan hal yang penting, puncaknya dapat kita lihat pada hari pencontrengan. Kalau memang makin sedikit yang ikut memilih, maka perlu r-evolusi besar-besaran dalam tubuh LEM maupun DPM agar mahasiswa tidak menjadi apatis dengan kegiatan yang mereka laksanakan.


Ketiga, melihat calon-calon yang ada, semua adalah mahasiswa-mahasiswa yang sudah biasa mengisi harinya di dalam organisasi-organisasi di fakultas. Mengenai calon yang maju, banyak yang lepas dari dugaan saya sebelumnya, namun beberapa juga tepat. Beberapa calon memang sudah terlihat sejak awal ambisinya untuk maju menjadi calon, namun beberapa orang lainnya nampak seperti habis di-charge agar mau mancalonkan diri. Namun ketika sudah memegang nomor masing-masing, mau tidak mau mereka harus siap untuk menjalankan amanah yang nanti mereka dapatkan. Perkara kualitas, saya tidak meragukan para calon, namun saya juga agak pesimis ketika ada calon yang menurut saya sama sekali tidak cocok dan terlihat main-main. Track record menjadi penting di sana, calon-calon yang mempunyai track record yang baik ditunjang dengan kedekatan dengan para calon pemilih kemungkinan besar akan lebih mudah mendulang suara. 


Keempat, Barangkali saya bisa menyebut ini sebagai FAQ (frequently asked question), kenapa saya tidak mencalonkan diri? saya sudah menyiapkan jawaban-jawabannya. 

  • Saya tidak mau maju lagi karena saya ingat sekali pesan ayah dari Gus Mus (A. Mustofa Bisri) yang saya baca dari bukunya Membuka Pintu Langit bahwa:
"Tak akan rusak orang yang tahu batas kemampuannya"
Saya merasa tidak punya kemampuan untuk memimpin LEM maupun DPM (saat ini saya masih menjabat di komisi II DPM) . Walaupun ada yang menganggap saya punya kemampuan, saya pikir mereka tertipu dengan penampilan luar. Terlalu banyak pergolakan batin ketika harus memimpin lembaga-lembaga yang menaungi banyak kalangan, sehingga amanah memimpin lembaga tersebut terlalu besar dan tidak sanggup saya pikul. 
  • Alasan lainnya karena saya ingin sedikit mengarahkan perhatian saya ke studi. Saya ingin menjadi sarjana kehutanan yang sesungguhnya khususnya pada bidang teknologi pengolahan hasil hutan. Butuh waktu untuk mendalami ilmu-ilmu yang ada dalam bidang tersebut, sehingga saya memilih untuk tidak mencalonkan diri lagi.
  • Fokus pada kegiatan organisasi lain juga menjadi alasan saya untuk tidak bergabung untuk merasakan dahsyatnya pemira. Saya akan berusaha meluangkan waktu lebih banyak dalam organisasi dakwah sembari menuntut ilmu agama.
  • Terakhir, saya ingin mengambil KKN (kuliah kerja nyata) di Kalimantan Barat setengah tahun ke depan. Salah satu persyaratan calon adalah tidak boleh mengikuti KKN di luar Jawa. 
Harapan saya untuk Pemira Fakultas Kehutanan kali ini adalah pemira yang bersih, calon yang terpilih nantinya punya aksi yang nyata, partisipasi aktif dari para mahasiswa untuk bersinergi bersama pemimpin yang nanti terpilih, dan terakhir saya berharap adanya koordinasi yang baik antara sesama mahasiswa maupun dengan pihak dekanat. 


Perubahan itu memang pilihan. (catrim)

1 comment:

  1. wah,,fotony anis... *seperti kejadian taunan gt lah (hehe)...iya,knp ga mencalonkan..

    ReplyDelete