Monday, May 14, 2012

Lahir


Ada yang menarik dari cuplikan kisah di buku “Seperti Sungai yang Mengalir” karya Paulo Coelho. Dia menuliskan bahwa dalam 30 menit saat ia menyelesaikan halaman buku itu, sudah lahir sebanyak 6200 anak manusia.

Fakta ini menjadi menarik untuk kita pahami. Dalam waktu 30 menit itu, anda mungkin saja sedang mengisi waktu luang anda untuk membaca tulisan ini (saya yakin hanya waktu luang yang bisa anda gunakan untuk membaca blog ini). Dalam waktu 30 menit itu, bisa saja anda sedang menyantap makan siang bersama rekan anda sambil mengobrol lepas. Dalam 30 menit itu, bisa anda sedang mengerjakan soal ujian akhir semester anda dengan tegang di dalam kelas. Tidak menutup kemungkinan juga, anda sedang merasakan kebahagiaan yang sama dengan 6199 orang lainnya—yaitu diberikan titipan seorang bayi—entah itu anak, saudara, keponakan, atau bahkan cucu anda.



Dalam 30 menit itu, suara tangisan bayi berganti-gantian di berbagai penjuru bumi. Kita dapat merasakan bagaimana kerasnya perjuangan sang ibu untuk melahirkan bayi yang telah 9 bulan dikandungnya. Bayi  itulah yang berhasil melewati seleksi untuk lahir ke dunia.

Saya juga pernah bahagia dengan kelahiran seorang bayi. Namun sayangnya saya belum pernah merasakan ketegangan ketika sang ibu harus berjuang antara hidup dan mati saat proses melahirkan. Bahkan kedua adik kandung saya pun saya tak tahu seperti apa proses kelahirannya.

Satu bulan yang lalu, seorang teman juga diberi anugerah dengan kelahiran putri pertamanya. Nampak kebahagiaan ia dan istrinya atas kelahiran putri kecil mereka. Tak hanya mereka yang bersuka cita, sahabat-sahabat dan rekan-rekan juga terlihat bahagia atas kelahiran Fahima (nama bayi itu).

Ternyata kelahiran tidak selalu berkorelasi dengan kebahagiaan. Sisi gelap dari sebuah kelahiran sudah bukan jadi rahasia lagi. Jabang bayi tak berdosa ditemukan di tempat sampah, dibuang ke sungai, dikubur, dan perlakuan tidak beradab lainnya hanya karena mereka lahir di saat-saat yang “tidak diharapkan”.  Saya sendiri cukup muak dengan perilaku semacam itu, bagaimana dengan anda?

Hidup seseorang tidak mungkin ada yang benar-benar sama. Semua menjalani kisahnya masing-masing. Lihat saja timeline teman anda di Facebook atau Twitter, mereka punya kisah sendiri-sendiri dan sangat bervariasi. Tentu saja setiap orang ingin menjalani kisah yang indah.

Untuk menjalani kisah yang indah, kita perlu menanamkan suatu hal penting ke dalam diri kita. Bahwa kita tidak pernah tahu akhir hidup kita, mengenai apa, di mana, dan kapan akhir hidup kita. Anggapan remeh tentang akhir hidup seringkali menjerumuskan kita pada kisah-kisah yang buruk. Umur muda tidak sama dengan “akan hidup lebih lama”, sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk menjalani kisah-kisah yang buruk di masa muda dan mencukupkan kisah-kisah indah hanya di hari tua. Bisa saja anda menjumpai akhir hidup anda saat membaca blog ini, saat menyantap makan siang, saat mengerjakan soal ujian akhir semester, atau ketika anda baru saja berbahagia atas kelahiran seorang anak manusia.

Lahir dan akhir hidup adalah satu paket yang tidak terpisahkan, buatlah kisah yang indah di antara keduanya”

No comments:

Post a Comment