Sunday, May 30, 2010

Sampah pun Akan Berbaik Hati

Sampah, sebuah kata yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Setiap hari kita berinteraksi dengannya, mulai dari bangun tidur hingga kita tidur kembali. Aktivitas kita, sejak kita lahir hingga kita berada di peristirahatan terakhir, pasti akan memproduksi sampah dengan berbagai macam bentuk. Di mana pun kita berada, tentu di Indonesia, permasalahan sampah sering menduduki rangking-rangking teratas.

Menurut Undang-undang No. 18/ 2008 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Ada juga yang mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat yang belum terolah sehingga belum mempunyai nilai manfaat. Di Indonesia, disadari atau tidak, kebanyakan dari kita memperlakukan sampah sebagai sesuatu yang harus dijauhkan dari tempat tinggal kita . Tidak penting ke mana sampah itu akan pergi asalkan bukan di tempat kita. Kita hanya tahu bahwa kita telah membuang sampah di tempat penampungan sampah yang ada di depan rumah atau di pinggir jalan. Setelah itu urusan kita dengan sampah sudah kita anggap selesai dan kita menyerahkannya kepada para petugas pengangkut sampah dan pemulung yang entah akan membawa ke mana sampah-sampah itu.

Kecenderungan masyarakat membuang sampah secara sembarangan juga masih tinggi. Jalan, selokan, sungai, dan laut merupakan contoh tempat favorit pembuangan sampah. Banyak dampak buruk yang timbul dari perilaku ini. Secara fisik sampah yang yang dibuang secara sembarangan akan merusak keindahan dan kenyamanan. Sampah dapat menyumbat saluran-saluran air, sehingga ketika hujan drainase akan terganggu dan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Sampah, terutama jenis sampah anorganik (plastik, logam, kaca ), dapat mencemari tanah, air, bahkan udara serta organisme yang ada di dalamya. Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sampah sudah sangat kompleks, sehingga dibutuhkan dana yang besar untuk menanganinya.

Untuk mengatasi masalah sampah, tindakan yang perlu dilakukan tidak hanya melakukan transformasi sampah, tetapi yang lebih penting adalah transformasi kebiasaan kita. Kebiasaan lama yaitu menyia-nyiakan sampah, membenci sampah, dan banyak menghasilkan sampah harus di-transformasi menjadi memanfaatkan sampah, menyayangi sampah, dan mengurangi sampah yang kita hasilkan.
Pengelolaan sampah yang murah, ramah lingkungan, dan nyaman di kantong adalah dengan cara mengelola sampah sedekat-dekatnya dengan hulu. Maksudnya adalah pengelolaan sampah sebaiknya dimulai sejak kita menghasilkan sampah. Langkah awal kita bisa melakukan pemilahan sampah dengan membuat tempat sampah terpisah, karena jenis sampah berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda dan jika dicampur menjadi akan menyulitkan pengelolaannya. Pada kenyataannya pengelolaan sampah pada satu tempat masih banyak digunakan hingga saat ini, sehingga sampah-sampah tersebut hanya cukup puas berakhir di TPA (tempat pembuangan akhir). Ada banyak keuntungan dari pemilahan sampah, salah satunya adalah menambah nilai dari sampah itu sendiri. Sampah organik dapat diolah menjadi kompos, styrofoam dapat diubah menjadi pot bunga, kaca dan plastik dapat digunakan untuk membuat berbagai kerajinan, kertas bisa didaur ulang atau untuk membuat kerajinan, ranting-ranting bisa menjadi arang, dan salah satu yang cukup menarik adalah mengolah sisa cabang-cabang pohon yang tidak terpakai menjadi panel dinding yang mempunyai nilai jual tinggi. Semakin kreatif kita mengolahnya maka akan semakin tinggi nilai dari sampah itu dan namanya pun bukan sampah lagi. Tentu hal ini akan membuat kantong kita nyaman. Sampah-sampah yang kita pilah tidak semuanya bisa diolah dan dimanfaatkan kembali. Sampah seperti bekas popok disposable maupun pembalut wanita bisa langsung dibuang dan diangkut ke TPA.

Ranting-ranting kayu yang diolah menjadi panel yang artistik

Ada yang pernah mendengar “Bank Sampah”? Kata bank sudah tidak asing bagi kita, namun apa jadinya jika kata bank ditautkan dengan sampah? Gagasan awal pendirian bank sampah datang dari Bambang Suwerda, dosen Politeknik Kesehatan Yogyakarta. Menurut Bambang, yang juga pernah menjadi nominator Kick Andy Heroes 2010, dengan mendirikan bank sampah ia ingin mengubah pandangan masyarakat tentang sampah, bahwa sampah bisa dimanfaatkan jika dikelola dengan benar. Ia dapat mengubah sampah yang menjadi masalah ekologis menjadi sesuatu yang bermanfaat , bernilai ekonomis dan edukasi.


Bambang Suwerda dan rekannya


Di bank biasa, kita menabung dengan menggunakan uang. Di sana kita bertindak sebagai nasabah, ada teller, ada buku tabungan. Di bank sampah juga demikian, hanya saja kita menabung dengan menggunakan sampah. Memang terdengar agak aneh, dan kita akan berpikir, apa gunanya menabung sampah?

Dalam bank sampah ada tiga komponen yang dilibatkan, yaitu penabung (masyarakat), pengelola bank, dan pembeli sampah (rosok, pengepul). Jadi bank sampah akan menjual sampah yang telah ditabung untuk diuangkan dengan cara menjualnya kepada pengepul. Jadi kita tidak perlu capek-capek menjual sampah kepada pengepul, selain itu sampah yang kita hasilkan sendiri jumlahnya tentu tidak banyak dan jika langsung dijual kita hanya dapat sedikit uang. Di bank sampah kita dapat mengambil uang tabungan dalam jangka waktu tiga bulan sekali, namun biasanya nasabah akan mengambil uang itu menjelang lebaran. Bank sampah dibuka 3 kali seminggu, pada sore hari. Alasannya, nasabah perlu mengumpulkan terlebih dahulu sampah yang ingin mereka tabung serta untuk menghindari kejenuhan nasabah dalam menabung. Saat bank sampah buka, anak-anak akan membantu mengumumkan kepada para warga bahwa bank sampah sudah buka dan warga siap untuk menabung kembali. Bank sampah ini bernama “Gemah Ripah” dan berlokasi di Bantul, D.I. Yogyakarta. “Gemah Ripah” dalam bahasa jawa berarti makmur, dan juga menjadi singkatan dari Gerakan Memilah dan Mereuse sampah.
Petugas bank tidak bisa langsung menentukan jumlah tabungan dari nasabah, karena nilai ekonomis sampah ditentukan oleh pengepul. Hal ini juga memberikan keuntungan bagi pengepul, karena mereka tidak perlu susah-susah mencari sampah ke sana kemari dengan hasil yang tak menentu. Seolah-olah bank sampah telah mengubah sampah yang kita tabung menjadi uang, inilah yang unik dari bank sampah.

Tidak semua sampah dijual pada pengepul, di bank sampah juga ada upaya untuk menambah nilai jual sampah. Tidak semua sampah yang ditabung nasabah disetor ke tukang rosok dan pengepul. Sebagian di antaranya, yakni jenis plastik sachet dan styrofoam, diolah menjadi aneka aksesoris rumah tangga, seperti tas, dompet, hingga rompi, atau pot bunga. Barang-barang tersebut lalu dijual dengan harga 20 ribu Rupiah.
Banyak manfaat yang bisa didapat dari pendirian bank sampah ini, yaitu:
1. Berkurangnya jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA
2. Berkurangnya jumlah warga yang membakar sampah (plastik)
3. Mulai tumbuhnya kebiasaan warga (anak-anak) memilah dan menabung sampah
4. Banyak disiplin ilmu yang tertarik dengan sampah
5. Menambah pendapatan keluarga dari sampah
6. Menambah keeratan hubungan masyarakat
7. Terbentuknya simpan-pinjam dari tabungan sampah (individual), sehingga dapat membantu warga yang membutuhkan uang (mendesak)
8. Banyak pihak yang mulai tertarik dengan adanya Bank Sampah, sehingga diharapkan dapat memberi manfaat dalam mengatasi sampah di wilayah lain.

Sebuah solusi menarik dari Bambang Suwerda merupakan suatu langkah yang kreatif bagi permasalahan lingkungan yang semakin memusingkan kita. Tidak cukup 1 Bambang untuk mneyelamatkan lingkungan, kita membutuhkan banyak lagi “Bambang-Bambang” lain yang nantinya akan menghasilkan terobosan baru untuk membuat bumi tersenyum lagi.

Monday, May 24, 2010



Forestry Study Club Presents:

Lomba Esai

Tema: BUMI.. KAMI PEDULI

Pendaftaran dan Pengumpulan Esai:19-28 Mei 2010

Seleksi Esai: 29 Mei-3 Juni 2010

Pengumuman dan Penyerahan Hadiah: 4 Juni 2010
dalam Acara Diskusi Umum bertema "MEMBERANTAS MAFIA HUTAN" di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM pukul 15.30-17.30 WIB


Hadiah:
Juara 1: Rp 200.000,00 dan Trophy

Juara 2: Rp 150.000,00

Juara 3: Rp 100.000,00

Sepuluh esai terbaik akan mendapat PIAGAM


Ketentuan Lomba:
  1. Peserta adalah mahasiswa UGM
  2. Esai dibuat dalam dua bentuk yaitu hardcopy dan softcopy.
  3. Naskah diketik pada kertas ukuran A4, spasi 1,5, jenis huruf Times New Roman, ukuran 12, margin 2 cm, rata kiri dan kanan, dan panjang naskah maksimal 2 halaman.
  4. Hardcopy dikumpul di Sekretariat FSC, Fakultas Kehutanan UGM.
  5. Softcopy dikirim lewat e-mail :hi_reechip@yahoo.com,
  6. Cantumkan fotokopi GAMA Card
  7. Judul bebas tetapi harus mengacu pada tema
  8. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia (sesuai EYD)
  9. Naskah yang dilombakan harus asli (bukan jiplakan) dan belum pernah dipublikasikan
Cp:
  • Agung: 0856 853 0616
  • Eka : 0857 369 94145

Saturday, May 22, 2010

PUSING KARENA SERTIFIKAT

Suntuk menunggu peserta Seminar Nasional "Transformasi Sampah sebagai Upaya Penyelamatan Bumi" 8 Mei lalu (baca) yang mau mengambil sertifikat, saya memutuskan untuk menulis tulisan ini. Tulisan ini berkaitan dengan sertifikat tersebut.

Mengurus sertifikat seminar ternyata susah-susah gampang. Kita cuma butuh desain, dana, serta nama-nama peserta dan panitia, cuma itu. Tapi setelah dihitung-hitung ternyata setelah 2 minggu, baru sertifikatnya bisa dibagikan. Tahap awal saya meminta tolong seorang teman untuk mengerjakan desain sertifikat, setelah itu meminta nama-nama yang akan dimasukkan ke dalam sertifikat. Setelah dihitung, ternyata jumlah yang harus dicetak banyak sekali, ada 179 lembar. Setelah semua nama terdata, proses berikutnya mencetak. Terakhir, membubuhi tanda tangan pada sertifikat dan sertifikat siap dibagikan. Proses paling menjengkelkan adalah saat mencetak sertifikat.

Sertifikat yang sudah dicetak dan di belakangnya adalah foto mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Hutan Angkatan 2009

Untuk mencetak semua sertifikat, saya mendatangi salah satu usaha digital printing di Yogyakarta. Saya memutuskan datang ke sana, sebut saja X, karena lebih dekat dengan asrama dan saya juga pernah mendengar informasi tentang X. Malam itu, Rabu 12 April, saya meminta karyawan X untuk mencetak sertifikat. Pada awalnya saya bertanya tentang harga dan kertas ke bagian yang menurut pendapat saya merupakan kasir sekaligus bagian order. Karyawati di bagian ini bisa dibilang kurang ramah dan lebih banyak cuek terhadap pelanggan, entah apa salah saya. Proses pembuatan layout memakan waktu 1 jam, itupun seakan dilempar-lempar, berpindah dari komputer yang satu ke komputer lainnya, berganti-ganti operator pula. Suasana tidak ramah pun juga saya rasakan di sini, operator tidak mengajak mengobrol atau minimal memberikan senyum yang terbaik.

Saya bertanya pada salah seorang operator,” Mas, ini sudah selesai belum?”.
Sang operator pun menjawab dengan nada yang kurang ramah,”Nanti dulu mas, nanti kalau salah cetak gimana, mas lihat dulu sudah benar belum nama-namanya”.
Saya menjawab,” Yang penting mas tinggal masukin nama-nama yang ada tabel ini, terus disesuain yang mana peserta, panitia, atau pengisi acara”.
Saya bertanya lagi,”Kapan mas baru selesai dicetak?”.
Operator menjawab,”Hari Jum’at jam 12”.
Saya minta sedikit dimajukan, karena saya tahu jam 12 itu ada sholat Jum’at,”Jam 11 bisa gak mas?”
Untungnya bisa dan saya pun membayar di kasir. Ternyata di kasir juga sama anehnya, belum ada barangnya saya sudah harus membayar LUNAS. Hari Jum’at pun tiba, saya datang ke X jam 11 lewat. Saya kecewa ternyata sertifikatnya sama sekali belum ada yang dicetak, setting nama-nama pun belum diselesaikan. Terpaksa menunggu lagi, hingga waktu menunjukkan pukul 12, rencana awal jadi buyar. Sebelumnya, saya berencana sebelum sholat Jum’at saya sudah membawa sertifikatnya dan sholat di kampus. Karena terlalu lama, dengan terpaksa saya meninggalkan X dan segera menuju ke masjid. Saya juga heran bukannya mereka mengikuti saya ikut menunaikan sholat Jum’at, malah tidak ada seorang pun yang beranjak dari pekerjaan mereka, sepertinya sangat pantas jika aku menggelengkan kepala. Ternyata X sangat sekuler.

Sehabis sholat Jum’at aku kembali mendatangi X. Ada sedikit kemajuan sertifikatnya sudah dicetak 1 lembar. Namun tetap saja harus menunggu lagi, hingga jam 1 pun tiba, waktunya untuk kuliah. Tapi apa daya saya masih harus menunggu di X. Setelah sertifikat sudah di tangan, saya bisa sedikit lega. Saya meninggalkan X tanpa ucapan terima kasih.

Sedikit saran untuk teman-teman yang ingin membuka usaha digital printing:
  • layanilah pelanggan seramah mungkin
  • bekerja secara profesional
  • tunjukkan apresiasi terhadap waktu yang dimiliki oleh pelanggan, maksudnya jangan membiarkan pelanggan menunggu terlalu lama.
  • jika memang tidak bisa menyelesaikan order sesuai permintaan pelanggan, lebih baik meminta pembayaran DP saja, atau jika lebih berani order bisa dibuat gratis (tapi ini terlalu berisiko).
  • jangan sekuler, jika waktu ibadah sebaiknya aktivitas dihentikan dulu untuk menghadap Sang Pencipta kita.
Pengalaman ini menjadi pengalaman berharga bagi saya, yaitu JANGAN memakai jasa X lagi. Masih banyak digital printing lain di Jogja yang lebih dari X. Semoga teman-teman tidak mengalami kejadian seperti saya. Sekian posting kali ini, saatnya menunggu peserta yang mau ambil sertifikat lagi.

Wednesday, May 19, 2010

Pasukan Oranye

Jogja memang tidak seperti Jakarta, tapi rasa sesak dan panasnya suasana jalan raya nampaknya bisa menjadi persamaan di antara keduanya. Yogyakarta atau Jogja alias Djokja, sebagai kota pelajar yang memiliki ratusan universitas, membuat kota ini ini selalu didatangi oleh para perantau dari seluruh Indonesia bahkan dunia untuk sebuah tujuan mulia yaitu MENUNTUT ILMU. Tidak hanya para penuntut ilmu yang datang ke kota ini, imej sebagai kota pelajar yang identik dengan para anak muda juga turut menarik minat para “penuntut” nafkah untuk mencoba merantau ke kota ini. Anak muda akan mendatangkan keuntungan materi mulai dari masalah kuliner hingga masalah hiburan. Baik keberadaan penuntut ilmu maupun penuntut nafkah telah banyak mempengaruhi sendi-sendi kehidupan kota ini. Salah satu yang cukup menarik dan sekaligus memusingkan untuk dibahas adalah masalah transportasi.

Kemajuan teknologi serta kebutuhan akan mobilitas yang semakin tinggi membuat keberadaan alat transportasi menjadi vital bagi para pendatang ini. Mulai dari yang ramah lingkungan seperti sepeda, becak, andong, hingga yang menggunakan mesin seperti sepeda motor, mobil, dan bus. Kendaraan tersebut meramaikan ruas-ruas jalan kota Jogja dan lalu lalang sepanjang hari. Tak peduli cuaca panas terik atau sebaliknya hujan lebat diselingi gemuruh petir, jalan-jalan raya tetap tak pernah sepi. Asap kendaraan yang menyesakkan hidung membuat polutan-polutan dari kendaraan bermotor melekat pada paru-paru penghuni jalan. Namun hal itu hanya berlaku bagi pengguna sepeda motor, sepeda, becak, pejalan kaki, dan pengguna mobil yang tidak menutup kaca jendelanya, sementara itu pengguna mobil full AC nan mewah dengan santainya membiarkan mobil mereka, maaf, “mengentuti” pengguna jalan yang lain. Masalah juga datang dari kendaraan bermotor yang emisinya sudah tidak memenuhi standar uji emisi, namun tidak adanya tindakan yang tegas dan jelas dari pihak yang berwenang. Seperti biasa, inilah kekayaan budaya bangsa kita.. Acungkan jempol terbalik.

Banyaknya alat transportasi terutama kendaraan bermotor memberikan sebuah mata pencaharian baru bagi penduduk kota yang sempat menjadi ibukota RI ini, yaitu orang-orang yang akan kita sebut dengan “Pasukan Oranye” atau biasa kita sebagai juru parkir alias tukang parkir. Bisnis ini tidak pernah sepi dan dilakoni mulai dari anak baru gede hingga bapak-bapak yang sudah gendong cucu. Modal sedikit, pekerjaan yang tidak bikin urat kepala keluar, dan menghasilkan banyak receh (tetap saja lama-lama akanmenjadi bukit). Para penuntut nafkah ini cukup bermodalkan baju atau rompi berwarna khas tim nasional Belanda (oranye) untuk bisa mendulang uang dari orang-orang yang memarkir kendaraan, terutama di pinggir jalan raya yang di atasnya berdiri berbagai macam toko atau rumah makan. Entah perjanjian apa yang mereka buat dengan para pemilik toko maupun rumah makan hingga mereka bisa beroperasi di sana dan kita bahkan takkan tahu legal atau tidaknya aktivitas mereka. Para pengendara kendaraan bermotor terpaksa (mau tidak mau) harus mengikuti perintah dari pasukan oranye yang jumlahnya tidak sedikit.



Para pengunjung terpaksa harus menambahkan Rp 500,00, Rp 1000,00, hingga 2000,00 setiap merencanakan membeli sesuatu di toko atau rumah makan yang ada. Hal ini tentu saja akan merugikan pihak pengunjung,

Kita ambil saja sebuah contoh dari cerita ini:
Joko ingin menggandakan KTM nya, untuk itu Joko memacu kendaraan di jalan raya untuk mencari toko fotokopi terdekat. Di jalan, dengan mudahnya saya menemukan tempat fotokopi, dia pun berhenti dan menggandakan KTM nya di sana. Biaya yang Joko keluarkan sebesar Rp 250,00. Setelah keluar dan ingin beranjak dari tempat itu, dia melihat jok sepeda motor saya ditutupi dengan kardus. Dalam hati mengucap Alhamdulillah, karena tidak perlu menduduki jok yang panas. Tapi tiba-tiba datang bapak-bapak dengan rompi oranye (you-know-who?).
Beliau mengambil kardus itu dan bertanya,” Mau ke arah mana, Mas?”.
Joko pun menjawab sambil menunjuk ke arah kampus, “ Ke sana pak”.
Dia lalu membantu Joko memposisikan motor dan setelah itu beliau berdiri seakan menunggu sesuatu.
Joko pun bertanya dengan lugunya,”Ada apa ya pak?”.
Dia menjawab sambil tersenyum,”Uang parkirnya mas”
“Berapa ya pak?”Joko bertanya.
“1000 aja mas”, Dia menjawab dan diakhiri dengan senyum yang membuat gigi ompongnya kelihatan.
“Ada karcisnya gak pak?”Joko bertanya lagi.
“Gak ada mas”Lagi-lagi diakhiri dengan senyum ompongnya, yang membuat Joko ingin melempar sepatu ke wajah orang itu.(UNTUK HAL INI SANGAT DIHARAPKAN UNTUK TIDAK DITIRU)


Begitulah keadaannya, Joko yang berharap hanya cukup membayar Rp 250,00 untuk fotokopi malah harus membayar tambahan Rp 1000,00 untuk parkir yang jumlahnya 4 kali dari pembayaran fotokopi. Tidak sedikit pasukan oranye yang tidak menjaga barang yang dititipkan kepadanya, ada yang helmnya hilang, spionnya hilang, dan aksesoris yang lainnya. Lalu jika kita tanya mengapa bisa hilang, dia hanya akan menjawab,”Kami hanya menjaga motor anda, yang lain bukan urusan kami”.

Saran untuk pemerintah, tolong buat sebuah peraturan yang jelas mengenai parkir kendaraan. Jika ingin menambah APBD dari sektor ini, tolong tertibkan petugasnya, jangan sampai yang petugas yang illegal lebih banyak dari yang legal. Kalau kita pikir, pasukan oranye, yang cuma bermodalkan sesedikit itu dan tidak punya hak atas lahan tempat meraka beroperasi, bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan. Semakin lama masalah ini dibiarkan, maka akan semakin menjadi-jadi masalah ini.

Ada satu hal yang menarik ketika saya ingin beranjak dari toko pembuat souvenir di Jalan Mataram, Yogyakarta. Ada mobil truk lewat di seberang jalan dan membawa puluhan sepeda motor di atasnya. Pasukan oranye yang kebetulan ada di sana berkata dengan spontan dan dengan nada heran setelah melihat truk itu, “ Motor lagi, padahal jalannya kecil-kecil”. Apa yang bisa kita tangkap? dari pernyataan ini. Ternyata tukang parkir yang notebene hidup dari kendaraan bermotor juga ikut mengeluh dan jengkel tentang masalah menumpuknya kendaraan di kota sultan ini. Huh.. Jogja makin panas lagi.

Hmm.. Sebentar lagi tahun ajaran baru.. selamat datang motor dan mobil baru :)

Tuesday, May 4, 2010

HARBUM & DESGRAF

Hari bumi yang jatuh pada tanggal 22 hari April lalu, hingga hari ini masih terdengar gaungnya meskipun sudah hampir 2 minggu berlalu. Berbagai acara disajikan oleh para mahasiswa untuk memperingati hari yang merupakan wujud keprihatinan umat manusia terhadap kerusakan yang telah terjadi di muka bumi. Namun gak semua mahasiswa tau akan arti pentingnya hari bumi, masih banyak di antaranya yang hanya sekedar ingin meramaikan atau cuma sekedar cari-cari kesibukan. 


Sia-sia apa yang kita koar-koarkan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan, bahaya global warming, menjaga lingkungan, buang sampah pada tempatnya, hemat listrik dan air, kurangi penggunakan kendaraan bermotor atau menanam pohon jika kita sendiri gak melakukannya. Cara mengajak yang baik adalah dengan memberikan teladan yang baik kepada masyarakat. Sulit? Memang.. tapi itulah yang bisa kita lakukan agar apa yang kita sampaikan tidak berbuah sia-sia.

Salah satu rangkaian kegiatan peringatan hari bumi di lingkungan Fakultas Kehutanan adalah Seminar “Transformasi Sampah sebagai Upaya Penyelamatan Bumi”. Seminar ini merupakan salah satu seminar yang mengangkat topik mengenai lingkungan dan bumi, setelah beberapa hari yang lalu juga diadakan seminar mengenai krisis air. Sesuatu yang sering dianggap hal yang sepele dan menjijikkan seperti SAMPAH sering luput dari perhatian masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Forestech (Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Hutan) sebagai penyelenggara seminar berharap agar seminar ini dapat membangkitkan kesadaran serta kreativitas masyarakat dan mahasiswa dalam mengolah sampah. Pembicara yang diundang dalam seminar ini adalah Pak Arief Yuwono (Sekmen Negara Lingkungan Hidup RI), Pak Gentur (Dosen Fakultas Kehutanan UGM), dan Pak Bambang Suwerda (Pengelola Bank Sampah). Daftarkanlah segera diri anda dalam seminar ini, murah kok..hehe.


Saya cukupkan dulu hari bumi-nya dan saya ingin sedikit berbagi.Beberapa bulan terakhir saya mulai sadar, ternyata “tanggung jawab yang kita miliki lebih besar daripada waktu yang kita miliki”. Berbagai macam kesibukan senantiasa menghinggapi kita. Ada tidak kita kerjakan karena permasalahan waktu. Sayangnya waktu tak akan mungkin pernah kembali. Manajemen waktu harus menjadi hal utama yang harus kita lakukan sebelum melangkah ke dalam kabut kesibukan. Salah sedikit mengatur waktu, buyarlah semua rencana kita. Saya merupakan contoh yang buruk dalam masalah manajemen waktu, terlalu banyak menunda membuat saya menjadi manusia yang kurang produktif, membuat kecewa orang lain, dan akhirnya jadi pusing sendiri. Urusan organisasi yang banyak menyita waktu, membuat buku catatan jadi tidak tersentuh. Alhamdulillah tadi pagi setelah membaca sebuah blog favorit saya yang banyak memberikan pencerahan pada diri saya, alamatnya http://www.mybothsides.blogspot.com . Cobalah buka, siapa tahu saja kebuntuan yang mungkin kita rasakan saat ini bisa kita pecahkan lagi. 

Belakangan setelah tinggal di Jogja saya akhirnya menemukan hobi yang mengasyikkan, yaitu desain grafis. Mungkin sudah jadi hobi sejak lama, namun masih sebatas coretan-coretan di kertas yang tidak begitu memanjakan mata. Hanya di bangku kuliah saya mulai mencoba melanjutkan hobi ini dan dengan media yang lebih baik, yaitu dengan menggunakan komputer. Berburu berbagai contoh desain grafis yang ada di jalan-jalan, di toko-toko, poster, logo, spanduk atau pada pakaian sudah cukup mempengaruhi pandangan saya mengenai desain yang menarik dan yang kurang menarik. Kita ambil contoh tentang logo, anda pernah melihat logo NOKIA? Logonya sangat sederhana, tapi entah mengapa menimbulkan kelekatan yang kuat dan menjadikan produk telepon selular ini belum terkalahkan hingga saat ini. Pertamina yang logonya terdiri dari kurva-kurva berwarna merah, hijau, dan biru nampak sangat simpel, tapi menimbulkan efek yang mengesankan sebuah modernitas dari sebuah perusahaan pengelola minyak dan gas ini. Pada intinya yang ingin saya sampaikan di sini, bahwa desain yang nampak simpel memiiki kekuatan yang jauh lebih besar daripada desain yang memiliki tingkat kerumitan tinggi. Cobalah mencari contoh yang lain lagi.



Buku yang membuat saya kembali semangat untuk menulis lagi pada blog ini adalah DUNIA KATA karya M. Fauzil Adhim. Semoga saja saya telah mengamalkan apa yang ditulis dalam buku itu yaitu bukan untuk memikirkan bagaimana menciptakan tulisan yang menarik,  melainkan karena suatu alasan yang membuat kita harus menulis. Terima kasih Mas Fauzil.


Kepada bumi-ku, benar sudah apa yang difirmankan Allah dalam Surah Ar-Ruum pada ayat 41:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia….

M. Arif Rokhman yang sedang menikmati keindahan
alam di daerah Wonosari


Sumber Gambar:
  • http://daftarperusahaanindonesia.com/wp-content/uploads/2009/12/logo_pertamina.jpg
  • bunyi.files.wordpress.com/ 2009/11/nokia-logo.jpg
  • Handphone M. Arif Rokhman
  • Poster karya Fratama Yudhana dan Saya