Wednesday, May 19, 2010

Pasukan Oranye

Jogja memang tidak seperti Jakarta, tapi rasa sesak dan panasnya suasana jalan raya nampaknya bisa menjadi persamaan di antara keduanya. Yogyakarta atau Jogja alias Djokja, sebagai kota pelajar yang memiliki ratusan universitas, membuat kota ini ini selalu didatangi oleh para perantau dari seluruh Indonesia bahkan dunia untuk sebuah tujuan mulia yaitu MENUNTUT ILMU. Tidak hanya para penuntut ilmu yang datang ke kota ini, imej sebagai kota pelajar yang identik dengan para anak muda juga turut menarik minat para “penuntut” nafkah untuk mencoba merantau ke kota ini. Anak muda akan mendatangkan keuntungan materi mulai dari masalah kuliner hingga masalah hiburan. Baik keberadaan penuntut ilmu maupun penuntut nafkah telah banyak mempengaruhi sendi-sendi kehidupan kota ini. Salah satu yang cukup menarik dan sekaligus memusingkan untuk dibahas adalah masalah transportasi.

Kemajuan teknologi serta kebutuhan akan mobilitas yang semakin tinggi membuat keberadaan alat transportasi menjadi vital bagi para pendatang ini. Mulai dari yang ramah lingkungan seperti sepeda, becak, andong, hingga yang menggunakan mesin seperti sepeda motor, mobil, dan bus. Kendaraan tersebut meramaikan ruas-ruas jalan kota Jogja dan lalu lalang sepanjang hari. Tak peduli cuaca panas terik atau sebaliknya hujan lebat diselingi gemuruh petir, jalan-jalan raya tetap tak pernah sepi. Asap kendaraan yang menyesakkan hidung membuat polutan-polutan dari kendaraan bermotor melekat pada paru-paru penghuni jalan. Namun hal itu hanya berlaku bagi pengguna sepeda motor, sepeda, becak, pejalan kaki, dan pengguna mobil yang tidak menutup kaca jendelanya, sementara itu pengguna mobil full AC nan mewah dengan santainya membiarkan mobil mereka, maaf, “mengentuti” pengguna jalan yang lain. Masalah juga datang dari kendaraan bermotor yang emisinya sudah tidak memenuhi standar uji emisi, namun tidak adanya tindakan yang tegas dan jelas dari pihak yang berwenang. Seperti biasa, inilah kekayaan budaya bangsa kita.. Acungkan jempol terbalik.

Banyaknya alat transportasi terutama kendaraan bermotor memberikan sebuah mata pencaharian baru bagi penduduk kota yang sempat menjadi ibukota RI ini, yaitu orang-orang yang akan kita sebut dengan “Pasukan Oranye” atau biasa kita sebagai juru parkir alias tukang parkir. Bisnis ini tidak pernah sepi dan dilakoni mulai dari anak baru gede hingga bapak-bapak yang sudah gendong cucu. Modal sedikit, pekerjaan yang tidak bikin urat kepala keluar, dan menghasilkan banyak receh (tetap saja lama-lama akanmenjadi bukit). Para penuntut nafkah ini cukup bermodalkan baju atau rompi berwarna khas tim nasional Belanda (oranye) untuk bisa mendulang uang dari orang-orang yang memarkir kendaraan, terutama di pinggir jalan raya yang di atasnya berdiri berbagai macam toko atau rumah makan. Entah perjanjian apa yang mereka buat dengan para pemilik toko maupun rumah makan hingga mereka bisa beroperasi di sana dan kita bahkan takkan tahu legal atau tidaknya aktivitas mereka. Para pengendara kendaraan bermotor terpaksa (mau tidak mau) harus mengikuti perintah dari pasukan oranye yang jumlahnya tidak sedikit.



Para pengunjung terpaksa harus menambahkan Rp 500,00, Rp 1000,00, hingga 2000,00 setiap merencanakan membeli sesuatu di toko atau rumah makan yang ada. Hal ini tentu saja akan merugikan pihak pengunjung,

Kita ambil saja sebuah contoh dari cerita ini:
Joko ingin menggandakan KTM nya, untuk itu Joko memacu kendaraan di jalan raya untuk mencari toko fotokopi terdekat. Di jalan, dengan mudahnya saya menemukan tempat fotokopi, dia pun berhenti dan menggandakan KTM nya di sana. Biaya yang Joko keluarkan sebesar Rp 250,00. Setelah keluar dan ingin beranjak dari tempat itu, dia melihat jok sepeda motor saya ditutupi dengan kardus. Dalam hati mengucap Alhamdulillah, karena tidak perlu menduduki jok yang panas. Tapi tiba-tiba datang bapak-bapak dengan rompi oranye (you-know-who?).
Beliau mengambil kardus itu dan bertanya,” Mau ke arah mana, Mas?”.
Joko pun menjawab sambil menunjuk ke arah kampus, “ Ke sana pak”.
Dia lalu membantu Joko memposisikan motor dan setelah itu beliau berdiri seakan menunggu sesuatu.
Joko pun bertanya dengan lugunya,”Ada apa ya pak?”.
Dia menjawab sambil tersenyum,”Uang parkirnya mas”
“Berapa ya pak?”Joko bertanya.
“1000 aja mas”, Dia menjawab dan diakhiri dengan senyum yang membuat gigi ompongnya kelihatan.
“Ada karcisnya gak pak?”Joko bertanya lagi.
“Gak ada mas”Lagi-lagi diakhiri dengan senyum ompongnya, yang membuat Joko ingin melempar sepatu ke wajah orang itu.(UNTUK HAL INI SANGAT DIHARAPKAN UNTUK TIDAK DITIRU)


Begitulah keadaannya, Joko yang berharap hanya cukup membayar Rp 250,00 untuk fotokopi malah harus membayar tambahan Rp 1000,00 untuk parkir yang jumlahnya 4 kali dari pembayaran fotokopi. Tidak sedikit pasukan oranye yang tidak menjaga barang yang dititipkan kepadanya, ada yang helmnya hilang, spionnya hilang, dan aksesoris yang lainnya. Lalu jika kita tanya mengapa bisa hilang, dia hanya akan menjawab,”Kami hanya menjaga motor anda, yang lain bukan urusan kami”.

Saran untuk pemerintah, tolong buat sebuah peraturan yang jelas mengenai parkir kendaraan. Jika ingin menambah APBD dari sektor ini, tolong tertibkan petugasnya, jangan sampai yang petugas yang illegal lebih banyak dari yang legal. Kalau kita pikir, pasukan oranye, yang cuma bermodalkan sesedikit itu dan tidak punya hak atas lahan tempat meraka beroperasi, bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan. Semakin lama masalah ini dibiarkan, maka akan semakin menjadi-jadi masalah ini.

Ada satu hal yang menarik ketika saya ingin beranjak dari toko pembuat souvenir di Jalan Mataram, Yogyakarta. Ada mobil truk lewat di seberang jalan dan membawa puluhan sepeda motor di atasnya. Pasukan oranye yang kebetulan ada di sana berkata dengan spontan dan dengan nada heran setelah melihat truk itu, “ Motor lagi, padahal jalannya kecil-kecil”. Apa yang bisa kita tangkap? dari pernyataan ini. Ternyata tukang parkir yang notebene hidup dari kendaraan bermotor juga ikut mengeluh dan jengkel tentang masalah menumpuknya kendaraan di kota sultan ini. Huh.. Jogja makin panas lagi.

Hmm.. Sebentar lagi tahun ajaran baru.. selamat datang motor dan mobil baru :)

6 comments:

  1. Namanya jga orang cari rezeki..
    maklum aja..

    Knapa bukan slamat datang adek klas yg baru??

    ReplyDelete
  2. tapi ngeselin..

    udah banyak yang nyambut mereka, jadi yang kusambut motor ma mobilnya aja

    ReplyDelete
  3. B!Z nYaR! kRjA SuSAh sIh mAz.
    dArI pD qT nYOlOnk mOtoR, mNd!Nk qT mArKir.BTul?

    ReplyDelete
  4. mending cari kerjaan yang lain..
    kalau masih pengen eksis jadi tukang parkir, paling gak harus legal, jangan liar lagi..
    Setuju?

    ReplyDelete
  5. mending cari kerjaan yang lain..
    kalau masih pengen eksis jadi tukang parkir, paling gak harus legal, jangan liar lagi..
    Setuju?

    ReplyDelete
  6. btul betul betul ^^"


    Mirza

    ReplyDelete