Friday, November 11, 2011

Antara Global Warming dan Energi

Global warming atau kita sebut saja GW sudah menjadi yang asing di telinga kita. “Ke-global-annya” membuat isu yang satu ini diangkat ke lingkup negara bahkan internasional. Isu ini untuk pertama kalinya dibawa ke lingkup internasional pada tahun 1972 dalam konvensi PBB di Stockholm, jika kita hitung-hitung maka sudah  38 tahun isu ini diangkat, namun masih sangat sulit mengkoordinasi umat manusia untuk bahu-membahu untuk mengatasi masalah ini.

Secara singkat GW merupakan pemanasan bumi yang terjadi secara global di seluruh dunia. Lalu apa hubungannya dengan energi? Kita semua tahu bahwa sejak zaman dahulu kala kita tidak akan pernah bisa hidup tanpa energi, energi itu dapat berasal dari matahari, makanan, angin, air, panas bumi, bahan bakar fosil, dan yang telah berubah ke bentuk lainnya.Saya sendiri memerlukan energi listrik untuk mengetik artikel ini di komputer, perlu makan untuk berpikir dan menggerakkan tangan untuk mengetik sebuah artikel sederhana ini. Sejak SD saya sudah tahu bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat berubah ke bentuk-bentuk yang lain, seperti dalam Hukum  Kekekalan Energi. Jadi kita sebenarnya tak pernah kehabisan energi hanya saja bentuknya yang berubah-ubah.

Kembali ke GW, salah satu penyebab GW adalah efek rumah kaca (ERK). ERK awalnya merupakan sesuatu yang alami, bahkan sangat menunjang kehidupan di bumi, karena dapat menghangatkan bumi. Secara sederhana gambaran efek rumah kaca itu seperti seperti sebuah mobil yang diparkir di bawah terik sinar matahari dan seluruh jendelanya ditutup, maka setelah kita masuk mobil kita akan merasakan bahwa panas di dalam mobil bisa lebih panas daripada di luar mobil. Kaca mobil diibaratkan sebagai gas-gas rumah kaca sedangkan bagian dalam mobil adalah bumi. Gas-gas rumah kaca (GRK) antara lain terdiri dari karbon dioksida, metana, nitrat oksida, dan clorofluorocarbon (CFC). Manusia telah membuat GRK menumpuk di atmosfer dan menyebabkan panas tidak bisa keluar dari bumi.

Penemuan mesin uap telah menyebabkan percepatan proses penumpukan GRK di atmosfer. Umat manusia mendapatkan pencerahan setelah penemuan mesin ini, karena sebelumnya mereka hanya memanfaatkan energi matahari yang terkonversi menjadi makanan pada proses fotosintesis, lalu dimakan oleh manusia atau hewan, hewan juga dimakan oleh manusia, dan manusia mendapatkan energi untuk melakukan aktivitasnya, begitupula hewan yang dimanfaatkan untuk meringankan pekerjaan manusia. Selain itu energi matahari juga terkonversi menjadi energi angin (akibat perbedaan tekanan) dan dimanfaatkan manusia untuk meniup layar perahu. Mesin uap yang digerakkan dengan bahan bakar yang terbuat dari bahan bakar fosil (sisa-sisa makhluk hidup di masa lalu) ternyata memberikan banyak kemudahan bagi manusia. Setelah terjadi Revolusi Industri pada tahun 1760, pemakaian bahan bakar fosil mengalami peningkatan yang jauh lebih pesat, pemakaian tenaga manusia bisa dikurangi, dan pekerjaan menjadi lebih efisien. Waktu itu tanpa disadari manusia telah melakukan penumpukan GRK di atmosfer yang berpotensi, bahkan benar-benar telah terjadi, menyebabkan apa yang kita sebut sebagai GB di masa sekarang .

Eksploitasi BBF yang terjadi secara besar-besaran menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan dan manusia. Kita dapat menyaksikan sendiri di negeri ini bagaimana penambangan batubara telah menggusur keberadaan hutan, lalu setelah batubara telah habis, tidak ada upaya yang tegas untuk mereklamasi lahan tersebut. Limbah yang dihasilkan dalam eksploitasi BBF juga menyebabkan berbagai macam masalah baru. Buruknya kesehatan para penambang.  Berton-ton CO2  dilepaskan dari gas alam yang terbakar percuma, seperti yang saya lihat di Bontang, Kalimantan Timur. 

Kebocoran kapal-kapal tangki yang sudah sering terjadi telah banyak merusak ekosistem perairan, walaupun perusahaan telah mengganti rugi secara materiil kepada para nelayan, lalu akan timbul pertanyaan, apakah bisa dengan keadaan air yang seperti itu, ikan-ikan dan makhluk hidup lain yang musnah bisa kembali lagi seperti dulu? Eksploitasi yang tidak dilakukan sendiri melainkan dari perusahaan asing, telah menimbulkan dampak kerugian secara ekonomi yang sangat besar, masalah ini telah nyata terjadi di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya.

Ketergantungan manusia terhadap bahan bakar fosil (BBF)sudah sedemikian parahnya,
Perubahan-perubahan iklim yang terjadi secara global telah memaksa manusia untuk beradaptasi dengan keadaan ini, dengan menggunakan berbagai teknologi yang dimilikinya
entah untuk industri, transportasi, perdagangan, listrik, dan sektor-sektor lainnya, akan menimbulkan 2 persoalan sekaligus. Pertama, seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu mengenai GB, gas sisa hasil pembakaran bahan bakar fosil (CO2  dan CO) merupakan kontributor penumpukan GRK, ditambah lagi penggunaannya yang sudah mencakup seluruh lini kehidupan. Kedua, BBF merupakan energi yang tak terbarukan, karena pembentukannya membutuhkan waktu jutaan tahun. Dengan begitu maka suatu saat BBF akan habis. Bukanlah sesuatu yang semudah membalikkan telapak kaki untuk menyelesaikan dua masalah ini sekaligus.  

Semakin hari kebutuhan akan energi semakin meningkat ditambah kondisi lingkungan yang buruk membuat dampak-dampak dari GW semakin terasa. Perubahan-perubahan iklim yang terjadi secara global telah memaksa manusia untuk beradaptasi dengan keadaan ini, dengan menggunakan berbagai teknologi yang dimilikinya.

Ada banyak solusi yang bisa menyelesaikan 2 persoalan di atas, tapi solusi-solusi ini bukanlah sesuatu yang mudah, biayanya yang mahal dan waktunya pun tidak singkat, seperti melakukan upaya penggunaan secara massal sumber energi alternatif, dari yang sebelumnya memanfaatkan BBF menjadi pemanfaatan sumber energi terbarukan atau yang tak terbarukan namun tidak semakin menambah penumpukan GRK di atmosfer. Atau melakukan penghematan sumber energi, seperti yang mulai marak belakangan ini yaitu menciptakan mesin atau alat yang efisien dalam penggunaan energi.

Upaya-upaya dari negara lain sungguh sangat mengagumkan untuk beradaptasi untuk menghadapi masalah ini. Jepang dapat mengubah getaran yang diciptakan oleh 80.000 penumpang  di stasiun kereta api Tokyo menjadi energi terbarukan tiap hari, Jepang juga sedang meneliti banteng dari Indonesia yang dikawinkan dengan sapi yang ada di sana untuk mendapatkan sapi yang tahan terhadap suhu yang semakin memanas. Kuba telah menghentikan pemakaian lampu pijar secara total. Ilmuwan barat sudah ada yang memanfaatkan energi dari matahari untuk memecah molekul air menjadi Hidrogen dan oksigen, lalu saat matahari telah terbenam hidrogen dan oksigen digabungkan dalam sel bahan bakar yang akan melepaskan tenaga surya yang telah disimpan.Di luar negeri, angkutan umum dan sepeda telah menjadi primadona, menunjukkan kesadaran akan pentingnya masalah lingkungan.  

Dari fakta-fakta yang ada dunia internasional, kini sudah banyak yang mengubah pola hidupnya guna beradaptasi dan mencegah percepatan GW. Indonesia pun begitu, sumber energi nabati (biofuel) sudah banyak dimanfaatkan, dilarangnya produksi sepeda motor 2 tak, berusaha menciptakan transportasi umum yang memadai, mulai maraknya kampanye-kampanye dari LSM maupun pemerinah yang membahas masalah GW. Namun sayang sosialisasi ke masyarakat sangat kurang, masyarakat seakan-akan hanya mengatakan "oh", dan tidak ada tindak lanjut. Selain itu masyarakat-masyarakat yang taraf pendidikannya rendah masih sangat tidak paham apa itu GW dan apa yang harus mereka perbuat, petani misalnya, mereka hanya tahu bahwa saat ini musim mulai tidak menentu, namun mereka tidak tahu apa penyebabnya dan bagaimana cara beradaptasinya, jika keadaan ini tidak segera terselesaikan bukan tidak mungkin akan terjadi krisis pangan di Indonesia.

Langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan GW dan energi sangatlah kompleks. Hubungan yang dimiliki keduanya membuat kita harus berpikir lebih keras agar dapat mengelola bumi ini dengan baik. Namun hal ini bukanlah berarti membuat kita menjadi pesimis. Banyak yang bisa kita lakukan untuk berkontribusi untuk menyelamatkan bumi ini, mulai dari diri sendiri dan mulailah dari sekarang.


Repost dari tulisan yang pernah di-post di Kompasiana

1 comment: