Sisa-sisa salju di SPring-8 |
Catatan Rimbawan
Rimbawan yang akan berbagi kepada kalian semua
Saturday, February 3, 2018
Melakukan Eksperimen di Fasilitas Sinkrotron Terbesar di Jepang
Sunday, March 5, 2017
Cara Mudah Mendapatkan Informasi Ciri Anatomi Kayu melalui Internet
Pengamatan ciri anatomi kayu (ilustrasi*) |
Semakin banyak jumlah jenis kayu yang harus diidentifikasi, maka tingkat kesulitan proses identifikasi akan semakin bertambah. Untungnya kayu memiliki ciri-ciri yang berbeda satu sama lain. Salah satu ciri yang banyak digunakan sebagai dasar untuk melakukan identifikasi kayu adalah ciri anatomi kayu.
Thursday, September 8, 2016
Meniti Langkah ke Kyoto (bagian 2): Menghadapi Dua Pilihan
Sunday, July 17, 2016
Meniti Langkah ke Kyoto (bagian 1)
Saturday, April 2, 2016
Bertualang ke Florence bersama Langdon
Penampakan novel Inferno Sumber; Koleksi Pribadi |
Thursday, February 25, 2016
Pergi untuk Kembali - Versi PK-50 Jogja dan Sekitarnya
Tanpa berbasa-basi, ini pesan buat teman-teman ya.
Buat Yhone Arialistya
Buat Bagus Gilang Pratama
Sunday, March 1, 2015
Sembilan Nyawa Allan Karlson (Sebuah Resensi)
Judul Novel: The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Dissapeared
Diterjemahkan dari “The Hundred-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Dissapeared”
Penerbit: Bentang
Penulis: Jonas Jonasson
Penerjemah ke dalam Bahasa Indonesia: Marcalais Fransisca
Editor: Ade Kumalasari
Kali pertama membaca judul novel ini, entah kenapa intuisi ini begitu yakin bahwa novel ini layak untuk dibaca. Judulnya yang panjang “The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Dissapeared” (terjemahan kasar saya Pria Berumur 100 Tahun yang Memanjat Keluar melalui Jendela dan Menghilang) telah menunjukkan aroma komedi yang kental dalam novel ini. Meskipun tak sekalipun pernah membaca review tentang novel ini, setelah membaca sinopsis singkat pada sampul belakang saya nampak begitu yakin untuk membelinya.
Novel ini dikarang oleh Jonas Jonasson, seorang penulis Swedia, dengan judul asli “Hundaåringen som klev ut genom fönstret och försvann”. Apa yang ditawarkan oleh novel ini bukan sekedar menyaksikan perjalanan seorang pria tua yang melarikan diri lewat jendela. Jonasson akan mengajak kita berkelana ke masa muda dari sang pria tua, Allan Karlson yang penuh dengan petualangan menantang.
Impresi pertama terhadap sosok Allan Karlson adalah umurnya yang tergolong panjang hingga mencapai 100 tahun. Bukanlah satu hal yang umum, ketika seorang manusia berhasil mencapai umur 100 tahun. Kejadian langka ini mendorong warga kota Malmköping untuk merayakan ulang tahun Allan yang ke 100 pada 2 Mei 2005 di Rumah Lansia tempat Allan tinggal. Tetapi sayangnya Allan tidak begitu berniat untuk merayakannya, kehidupan di Rumah Lansia saja sudah membuatnya muak.
Dia sebenarnya tak pernah tahu ke mana ia akan menuju. Hanya mengandalkan uang yang ada di sakunya untuk membawa dia sejauh mungkin dari kota Malmköping. Dalam pelariannya, Allan iseng membawa kabur koper seorang anggota geng, walaupun sebenarnya Allan tidak tahu apa isi koper tersebut. Itulah awal petualangan gila dari Allan yang ternyata telah cukup beruntung (kali ini beda tipis dengan apes) membawa koper yang berisi uang. Hal ini menyebabkan dia terus diburu oleh para anggota geng Never Again yang menginginkan uang itu kembali. Di satu sisi, Allan juga berada dalam pengejaran sang inspektur polisi yang ingin membawa Allan pulang. Keberuntungan selalu membayangi Allan, dalam perjalanan dia selalu lepas dari hal-hal yang mengancam nyawanya dan menemukan teman-teman baru yang mau saja ditawari bagian dari uang dalam koper tersebut.
Hampir serupa dengan Forrest Gump, Allan juga adalah sesosok manusia yang memiliki banyak peran penting dalam sejarah dunia abad ke-20. Sembari petualangan masa tuanya terus berlanjut Jonasson selalu membubuhkan cerita masa lalu Allan. Masa muda Allan termasuk memprihatinkan. Kehilangan ayah dan ibu pada umur yang relatif muda. Keahliannya merakit peledak pada usia muda nampaknya sangat berperan dalam menentukan masa depannya, termasuk juga harus membuatnya rela dikebiri. Dia menjadi juru ledak pasukan republikan pada revolusi Spanyol, sayangnya dia begitu gampang berpindah ke pihak lain (nasionalis). Bukannya dia ingin berkhianat, tapi karena memang dia tidak begitu bersemangat dengan urusan politik. Hal itu terus berlanjut, sehingga dia pernah bersahabat dengan Harry Truman (AS), selamat dari kecurigaan Kim Il Sung (Korea Utara), menjadi orang yang berjasa pada Mao Tse Tung (Tiongkok), menyelamatkan Winston Churchill (Inggris) dari rencana pembunuhan terhadap dirinya, berpesta pora dengan Stalin (Rusia). Uniknya, kita juga akan menikmati Indonesia versi Jonasson. Allan sempat tinggal di Bali untuk waktu yang cukup lama. Rasa-rasanya akan lebih baik saya simpan saja bagaimana Jonasson mengambarkan situasi perpolitikan di Indonesia.
Kelucuan dalam novel ini bukanlah dari lelucon-lelucon lucu dari para tokohnya, melainkan dari interaksi-interaksi antar tokoh yang tergolong aneh yang sering membuat saya sendiri “gregetan.” Entah karena unsur keluguan, ketidaksengajaan, keberuntungan kebodohan, maupun kekompakan yang dapat kita temukan pada tokoh-tokoh tersebut. Setiap tokoh dalam novel ini tidak pernah menjadi sosok misterius bagi kita, Jonasson telah dengan senang hati mengorek kembali masa lalu setiap tokoh sehingga nampak jelas seperti apa peran yang akan dimainkan para tokoh dalam perjalanan si tua Allan.
Apakah pada akhirnya Allan akan mati? Bagaimana nasib uang yang telah “dicuri” oleh Allan? Apakah sang inspektur berhasil membawa Allan pulang ke Rumah Lansia?
Baca cerita lengkapnya dalam novel “The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Dissapeared”. Bagi anda yang tidak suka membaca novel, filmnya juga sudah ditayangkan dengan judul "The Hundred-Year-Old Man Who Climbed Out of the Window and Dissapeared”
Saturday, February 21, 2015
Demi Sebongkah Belerang
Monday, August 4, 2014
Status Saya Saat Ini? Pengangguran?
Monday, April 14, 2014
Kerjakan Sesuatu dengan Sebaik-baiknya
"Kerjakan sesuatu dengan sebaik-baiknya"
Berfoto bersama dengan dosen pembimbing dan penguji skripsi. Dari kiri ke kanan: Dr. Widyanto Dwi Nugroho, Dr. Sri Rahayu, saya sendiri dan Dr. Sri Nugroho Marsoem |
Tuesday, March 11, 2014
Sunday, February 16, 2014
Terima Kasih Abu Atas Tegurannya
Pemandangan di depan rumah kami saat hujan abu terjadi |
Hari Jumat itu sangat sulit menemukan warung makan. Kalau KFC sih buka, tapi apa rela?? Entah kenapa harus berpikir berkali-kali untuk makan di sana. Belum lagi harus menunaikan kewajiban mendistribusikan buletin Jumat ke masjid-masjid yang tentu saja mengharuskan saya keluar rumah.
Jika diminta untuk membandingkan kondisi abu di Jogja saat ini dengan suasana Jogja saat letusan Merapi tahun 2010. Rasanya masih lebih baik saat tahun 2010.
Namun seharusnya tidak ada alasan bagi kami untuk mengeluh, toh kami hanya menerima abu dan tidak ada alasan yang memaksa kami untuk mengungsi ke tempat lain.
Lain halnya dengan warga yang berada dekat dengan Gunung Kelud yang terpaksa harus mengungsi mencari tempat naungan yang aman. Jauh dari kenyamanan dan kehangatan rumah. Berkumpul bersama pengungsi-pengungsi lainnya berharap kabar baik segera datang agar mereka bisa kembali pula.. Harus rela meninggalkan aktivitas rutin mereka agar tetap bisa bertahan hidup.
Bencana yang cukup besar belakangan ini juga terjadi di Sinabung, Jakarta, Pati, Kudus, Kebumen, Manado dan daerah-daerah lain. Adanya berbagai bencana yang silih berganti memberikan sebuah pelajaran penting bagi kita. Bahwa alam tak akan sepenuhnya bisa dijinakkan oleh manusia dan dipermainkan begitu saja oleh manusia. Bencana juga memberikan pelajaran bahwa manusia bisa kehilangan nyawanya kapan saja, di mana saja, dan dengan cara apa saja. Sehingga jangan sampai hidup yang hanya sekali ini benar-benar kita manfaatkan dalam kesia-siaan. Tak ada yang menjamin esok hari kita masih mampu membuka mata kita.
Terima kasih abu atas tegurannya....
kartun oleh Mice |