Sunday, March 31, 2013

Hidup Damai Bersama Singa, Kisah Sang Penemu "Lion Lights"


Untuk mengamankan ternak tak perlu dengan membunuh pemangsanya. Barangkali inilah yang telah diajarkan Richard Turere kepada kita. Siapa Richard Turere?

Richard adalah seorang remaja yang hidup di benua hitam, Afrika, lebih tepatnya di Kenya. Ia adalah anak suku Masaai yang tinggal di pinggiran Taman Nasional Nairobi. Tempat di mana kita bisa menemukan satwa liar—dan tak sedikit yang tergolong buas—seperti singa, badak, jerapah, hyena, macan tutul, banteng dsb. 


Richard dulunya tidak suka dengan singa bahkan membenci mereka. Alasannya, pada malam hari di saat penduduk Maasai terlelap, singa-singa datang untuk memakan ternak yang dimiliki oleh penduduk. Hal ini tentu meresahkan dan—tentu saja—menjengkelkan ketika melihat bangkai hewan ternak yang habis dicabik-cabik oleh singa. Sehingga para warrior terpaksa harus membunuh singa-singa agar tidak lagi memakan ternak mereka.

Anak berumur 6-9 tahun di suku Maasai bertanggung jawab terhadap ternak ayahnya. Richard adalah salah seorang anak yang menerima tanggung jawab tersebut. Saat berumur 11 tahun, dia memikirkan berbagai upaya agar singa atau hewan buas tidak lagi memakan hewan ternak. Salah satu idenya adalah menggunakan orang-orangan sawah. Namun ia menyadari itu tidak bekerja dengan baik. Pasalnya singa bukanlah hewan yang bodoh. Mereka menyadari bahwa orang-orangan itu hanya berdiri di tempat yang sama, sehingga tidaklah perlu ditakuti.

Suatu saat Richard menyadari ada satu hal yang ditakuti oleh singa. Hal itu dia ketahui saat dia berjalan-jalan menggunakan obor. Saat itu tidak ada kasus singa yang memakan ternak. Ternyata singa takut dengan cahaya yang bergerak. Setelah menyadari hal ini, Richard berinisiatif untuk menciptakan suatu alat yang bisa menjadikan cahaya seolah-olah bergerak.

Berbekal hobinya yang suka mengotak-atik alat elektronik—ibunya pernah sangat marah karena ia telah membongkar radio yang mereka miliki—yang membuatnya belajar banya tentang elektronik. Idenya diimplementasikan dengan menggunakan aki bekas, solar panel, lampu LED, dan sebuah indicator box atau yang ia sebut sebagai transformer sehingga dapat membuat lampu LED berkedip. Alat sederhana yang dia rancang ini dipasang menghadap ke luar kandang ternak. Untuk energi disuplai dari panel surya yang akan men-charge aki, lalu terdapat saklar dan transformer yang akan membuat lampu akan berkedap-kedip sehingga seolah-olah ada orang yang berjalan-jalan di sekitar kandang. Padahal penduduk sedang tidur di rumahnya masing-masing.

Akhirnya setelah alat sederhana—yang disebut lion lights ini dioperasikan, mereka tidak pernah lagi menemukan permasalahan dengan singa. Tak cukup hanya berhasil menyelamatkan ternak ayahnya, ternyata penduduk lainnya tertarik juga dengan alat yang diciptakan oleh Richard. Anak yang bercita-cita menjadi pilot dan insinyur penerbangan ini pun bersedia membuatkan alat yang sama untuk mereka. 

Siapa sangka berkat penemuan yang cukup sederhana ini—namun sangat bermanfaat, Richard mendapat beasiswa di sebuah sekolah ternama, yaitu Brookhouse International School. Pribadinya yang tak pernah menyerah dalam memecahkan sebuah permasalahan membuat ia menjadi inovator hebat. Satu hal lagi yang menakjubkan dari penemuannya, penemuan ini berhasil membuat mereka hidup berdampingan dengan damai bersama satwa-satwa liar Taman Nasional Park tanpa perlu membunuh mereka. Semangat inilah yang harus kita tiru dari Richard Turere.

2 comments: