Sunday, October 13, 2013

Sumbangan Kampus dalam Penanggulangan Bencana


Oleh: Hairi Cipta (Fakultas Kehutanan UGM)
Wilayah yang kita diami memiliki potensi bencana sangat besar dan beragam. Dibutuhkan sumbangsih nyata semua elemen bangsa, terutama perguruan tinggi.

Desa itu didominasi oleh bukit-bukit yang merupakan bagian dari Perbukitan Menoreh. Tanjakan demi tanjakan harus dilalui untuk menuju desa yang berada di bagian utara Kabupaten Kulon Progo dan berbatasan dengan Kabupaten  Purworejo ini. Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani dengan komoditas andalan cengkeh, kopi, teh, serta aren. Desa itu menawarkan keindahan panorama alam berupa perbukitan yang mengelilinginya, air terjun, serta kebun teh. Desa tersebut adalah Desa Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo.

Potensi yang dimiliki Desa Pagerharjo menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat yang hidup di atasnya. Namun desa ini tidaklah bebas dari ancaman. Berdasarkan peta rawan longsor yang dibuat oleh Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (PSBA UGM), 70% kawasan Desa Samigaluh rawan bencana longsor.
Hal tersebut menjadikan Duwi Handoko, Fauzi Abdilah, Nita Sulistiyowati, Denni Susanto, dan Sawitri melalui organisasi Forestry Study Club (FSC) tergerak untuk membantu mencegah terjadinya longsor di kawasan tersebut dengan mengajukan program Hibah Bina Desa yang didanai oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI). Adapun judul yang mereka angkat adalah “Kebun Bibit Desa: Solusi Pengendalian Tanah Longsor Dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Pagerharjo, Samigaluh, Kulon Progo.” Kelima mahasiswa ini adalah mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh FSC di Desa Pagerharjo sejak Juni 2013 lalu. Kegiatan diawali dengan perkenalan program kepada masyarakat diikuti dengan penyuluhan berkala dengan tema tanah longsor, pembibitan dan pertanaman pola agroforestry (kombinasi antara tanaman pertanian dengan tanaman kehutanan), serta pengembangan kelembagaan. FSC selanjutnya melakukan pembangunan kebun bibit desa bersama masyarakat. FSC juga melakukan pengambilan data di lapangan sebagai dasar penentuan tanaman yang nantinya cocok ditanam pada lahan-lahan yang ada di Desa Pagerharjo. Selanjutnya dilakukan kegiatan penanaman.

Teguh Kumoro, Kepala Dukuh Nglinggo Kulon, Desa Pagerharjo menjelaskan bahwa tiap tahun memang selalu terjadi bencana tanah longsor di Desa Pagerharjo. Longsor telah menyebabkan kerugian materiil terutama ketika menimpa rumah warga. Walaupun belum memakan korban jiwa, warga desa telah berembuk untuk mencari solusi atas bencana tanah longsor tersebut. Salah satunya dengan merelokasi rumah-rumah yang berada di lahan rawan longsor untuk ditukarkan ke lahan lain yang relatif aman dari tanah longsor.

Teguh Kumoro mendukung program yang dijalankan oleh FSC. “Kadang-kadang masyarakat tidak serta merta mau seenaknya sendiri, tapi karena ketidaktahuan juga bisa” ujarnya. Oleh karena itu Teguh berharap perguruan tinggi dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait permasalahan lingkungan. Ada juga masyarakat yang sudah mengetahui adanya risiko longsor yang harus dihadapi ketika tanaman kehutanan ditebang. Namun karena adanya kebutuhan mendesak, mau tidak mau penebangan harus dilakukan.

Teguh Kumoro berharap program yang dijalankan oleh FSC tidak hanya berhenti sampai di situ melainkan terus dilanjutkan. Beliau berharap ada regenerasi dari FSC yaang melanjutkan program tersebut sehingga dapat terus memotivasi warga masyarakat.

Peran Penting Kampus dalam Penanggulangan Bencana
WHO (World Health Organization) mendefinisikan bencana sebagai kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, merosotnya derajat kesehatan dan  pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.

Bencana dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Sehingga penanggulangan bencana harus menjadi prioritas bersama dari berbagai pihak. Termasuk juga oleh perguruan tinggi. Apa yang telah dilakukan FSC adalah salah satu contoh nyata peran perguruan tinggi dalam penanggulangan bencana.

Perguruan tinggi harus bisa mengambil peran dalam penanggulangan bencana yang dikaitkan dengan Tri Dharma Pendidikan. Melalui pendidikan, Kepala PSBA UGM Dr Djati Mardiatno mengatakan bahwa perguruan tinggi berperan dalam pendidikan bergelar maupun pelatihan-pelatihan. Adapun melalui penelitian, peran perguruan tinggi adalah merumuskan konsep, tata cara penanggulangan bencana, serta naskah akademik untuk membuat peraturan terkait penanggulangan bencana. Mahasiswa dari berbagai jenjang pun dilibatkan dalam penelitian yang terkait penanggulangan bencana.

Djati menambahkan pengabdian masyarakat contohnya dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN). “Terutama KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang berhubungan dengan tema kebencanaan. PSBA sudah beberapa kali memfasilitasi dan mendampingi mahasiswa peserta KKN sebelum mahasiswa terjun ke lapangan,” terangnya.

Bahkan kini, lanjut Djati, ada Forum Perguruan Tinggi untuk Pengurangan Risiko Bencana (FRT-PRB) yang sudah diakomodasi oleh BNPB. Hal ini dilakukan adalah agar semua perguruan tinggi memberikan perhatian pada bencana salah satunya dengan mendirikan pusat studi bencana.

Adapun peran mahasiswa dalam penanggulangan bencana. Duwi Handoko mengatakan bahwa peran mahasiswa adalah meneliti daerah-daerah rawan yang bencana, menemukan solusi, aplikasi solusi di lapangan, dan juga pemberdayaan masyarakat.


Di luar negeri pun, mahasiswa juga terlibat langsung dalam penanggulangan bencana. Saat terjadi  gempa besar di daerah Tohoku Jepang tahun 2011 lalu, Ryota Tsuchiya, mahasiswa Tokyo University of Agriculture and Technology mengatakan,”Dalam bencana itu, begitu banyak mahasiswa yang terlibat menjadi relawan untuk membantu para korban bencana.”

No comments:

Post a Comment