Sunday, October 6, 2013

Berteman dengan Mahasiswa Negeri Sakura (bagian II)

ENGLISH VERSION

Di tengah-tengah banyaknya tulisan yang harus saya buat. Saya memilih untuk menyempatkan waktu saya untuk menulis lagi di blog. Pada tulisan sebelumnya, saya menulis tentang perkenalan saya dengan beberapa mahasiswa yang berasal dari Jepang (baca). Tulisan ini merupakan kelanjutannya.

Setelah makan malam bersama Fahri, Pak Widy, Kana, dan Ayumi. Malam itu (Sabtu, 22/9) kami berpisah dan bikin janji untuk bertemu keesokan harinya. Jam 9 pagi adalah waktu yang tepat untuk mulai jalan-jalan.


Singkat  cerita, agenda liburan pun berlanjut di hari Minggu (22/9). Kali ini kami mengajak personil tambahan, Shofi Rukhama atau akrab disapa Shofi, jika di rumah di panggil Ama, dan Fahri memanggil dia SOPENG. :D. Saat di mobil kami berkenalan lagi satu sama lain. Kana meminta kami untuk mencatat nama kami di notebook nya. Saya pun tak mau ketinggalan untuk meminta mereka menuliskan namanya, termasuk nama mereka dalam aksara jepang.

Tempat tujuan selanjutnya adalah Candi Prambanan. Ini untuk kedua kalinya saya pergi ke sana. Kali ini kami ingin mengambil paket kunjungan ke 2 kompleks candi sekaligus, Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko. Candi Ratu Boko dapat ditempuh selama 10 menit perjalanan jika menggunakan mobil yang disediakan oleh pengelola.

Berhubung ini pertama kalinya pergi bersama wisatawan asing. Kami nggak tahu menahu soal tarif masuk ke dalam candi bagi wisatawan asing.
Rp 260.000 per/orang!!!

Iya.  Itu harga yang harus dibayar oleh wisatawan asing. Hampir 6 kali lipat daripada harga tarif masuk wisatawan lokal! Petugas mengatakan, jika wisatawan asing ada yang membawa kartu pelajar, harganya bisa dipotong 50%, Rp 130.000. Sayangnya mereka lupa membawa kartu pelajar. Wah kalau mau dipikir, rugi juga kalau mereka nggak menggunakan kartu pelajar. Akhirnya kami memilih untuk kembali ke hotel dan mengambil kartu pelajar mereka yang tertinggal. Untunglah jarak menuju nggak terlalu jauh. Saat kembali menuju candi, di perempatan lampu merah, ada sejumlah pengamen banci atau kami menyebutnya "He become She." Ketika dia melihat kami bersama wisatawan asing, awalnya dia bilang “Annyeonghaseyo.” Dia mengira Kana dan Ayumi adalah orang Korea. Lalu saya bilang kalau mereka dari Jepang, si banci langsung mengubah sapaannya menjadi “Sayonara, Konichiwa.” Kelakuan banci itu membuat kami nggak bisa nahan ketawa. :D Entah di mana mereka belajar bahasa-bahasa itu.

Pada paket kunjungan yang kami beli, tujuan pertama adalah Candi Ratu Boko. Terus terang kami nggak tahu banyak tentang situs candi ini. Sayangnya juga, nggak banyak penjelasan-penjelasan bisa kami temukan di sana. Sehingga kami kesulitan untuk menjelaskan apa yang di sana kepada Kana dan Ayumi.

Bersantai sejenak di kompleks Candi Ratu Boko
Pengunjung nggak terlalu ramai waktu itu. Kami baru tiba di sana sekitar pukul 11, sehingga cuaca memang sedang panas-panasnya.  Berkeliling di situs Candi Ratu Boko di bawah terik sinar matahari itu sungguh luar biasa. Luar biasa menyiksa dan akan membuat warna kulit makin eksotis. :P Namun pemandangan di sana cukup bagus, mungkin karena letaknya yang ada di perbukitan. Kompleks Candi Ratu Boko juga dikelilingi oleh hutan jati yang waktu itu daunnya sedang meranggas.

Setelah cukup berkeliling , kami memutuskan untuk pergi ke Candi Prambanan. Sambil menunggu, kami sempat berbincang-bincang. Ternyata mereka punya perayaan tersendiri ketika mencapai umur 20 tahun. Perayaan itu dinamakan “Seijin-Shiki.” Ayumi menunjukkan fotonya saat dia menggunakan kimono pada perayaan itu. Kami juga berbincang tentang waktu untuk liburan di universitas Jepang. Di Jepang, pada musim panas mereka libur selama 2 bulan, pada musim semi libur selama 2 bulan, dan kira-kira libur selama 1 minggu di sekitar tanggal 1 Januari. Umumnya awal tahun perkuliahan dimulai pada bulan April. Mobil penjemput akhirnya tiba dan kami kembali ke kompleks Candi Prambanan.

turis dari Nigeria
Tiba di Candi Prambanan. Matahari masih menunjukkan “keperkasaan”nya. Seperti biasa sebelum masuk ke candi, setiap pengunjung harus memakai batik yang diikatkan di pinggang. Begitupula ketika memasuki Candi Ratu Boko ataupun Candi Borobudur (tujuan kami selanjutnya). Ngomong-ngomong soal batik, tanggal 2 Oktober lalu adalah hari batik nasional lho!

Di kompleks Candi Prambanan, bangunan-bangunan candi lebih besar daripada di Candi Ratu Boko. Bahkan Candi Prambanan merupakan kompleks candi terbesar di Jawa. Candi ini dibangun pada abad ke-9. Ya. Saat itu saya belum lahir. UNESCO menetapkan Candi Prambanan sebagai salah satu warisan dunia (World Heritage).


Candi Prambanan memang lebih ramai jika dibandingkan dengan Candi Ratu Boko. Candi Prambanan dikelilingi oleh taman, yang membuat pemandangan candi terlihat indah jika dipandang dari kejauhan. 
Tidak adanya pemandu, membuat kami cukup kesulitan untuk menjelaskan kepada Kana dan Ayumi tentang tempat itu. Yaa.. daripada kunjungan itu hambar, kami pun akhirnya menceritakan legenda tentang Candi Prambanan. Legenda itu adalah tentang Roro Jonggrang dan anaknya. Setelah kami menceritakan itu, ternyata Ayumi ingat bahwa dia pernah membacanya. Baguslah kalau begitu. 

Berfoto di depan Candi Prambanan
Ada hal lucu ketika kami keluar dari kompleks candi. Ketika para petugas melihat kami bersama orang Jepang, mereka nggak bilang “terima kasih” namun “tomorokoshi.”  Ayumi dan Kana pun menanggapinya dengan tertawa. Saya kira itu Cuma plesetan, ternyata itu adalah bahasa jepang untuk jagung.

Saya ngobrol dengan Ayumi tentang musik Jepang. Saya bertanya tentang L’arc~en~ciel. Awalnya saya pikir Ayumi nggak tahu. Ternyata saya salah mengira. Memang pelafalan mereka dalam menyebut L’arc~en~ciel berbeda dengan pelafalannya orang Indonesia. Jika di Indonesia, kita menyebut mereka “Laruku” atau “Lark-en-sil.” Dia lalu menyinggung soal AKB48, idol group dari Jepang yang merupakan pendahulu JKT48. Dia ingin bercerita bahwa AKB48 punya semacam grup saudara. Dia bilang ada SKE48, lalu saya menyebutkan NMB48 dan HKT48 yang semuanya berasal dari prefektur yang berbeda. Dia nampaknya cukup kaget bahwa ternyata saya sudah tahu terlebih dahulu tentang itu.

Waktu ternyata sudah mendekati pukul 2 siang. Perut pun belum diisi dengan makan siang. Tujuannya selanjutnya adalah berburu “Bakso.” Sebelumnya Kana memang ingin makan bakso, sehingga kali ini kami akan memenuhi keinginannya. Pilihan jatuh pada rumah makan “Bakso Granatz Pedazz.” Syukurlah Ayumi dan Kana tidak bermasalah dengan bakso. Hanya saja mereka cukup berhati-hati dengan sambal. Berbeda dengan kami yang sudah cukup kebal dengan pedas.

Aku belum bercerita tentang satu teman Jepang lagi. Dia adalah Ryota Tsuchiya. Dia mengikuti summer course di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan hari Minggu itu dia baru tiba di kota Yogyakarta. Pesawat yang membawanya akan mendarat pukul 3.40 sore. Jadi tujuan kami selanjutnya adalah bandara internasional Adi Sucipto.

Kami sempat bercanda tentang nama panggilan dari Ryota Tsuchiya. Dia memang nggak dipanggil Ryota, tapi Tsuchy. Jika kita mengejanya terdengar seperti “C-U-C-I” atau Wash dalam bahasa inggris :D.  TernyataTsuchy (C-U-C-I) sangat populer di Indonesia.

Tiba di Bandara, kami harus menunggu beberapa saat. Akhirnya keluarlah Tsuchy dari gerbang kedatangan. Dia cukup gemuk, dengan kulit putih (tentu saja), sedikit lebih tinggi daripada kami, dan mempunyai mata yang sipit. Nampaknya dia sangat lelah, sehingga memutuskan untuk langsung ke hotel saja.

Kana dan Ayumi memilih untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah Malioboro. Malioboro adalah nama sebuah jalan yang sangat terkenal di Indonesia. Di sanalah wisatawan-wisatawan mencari suvenir dan barang-barang khas Yogyakarta, sekedar berfoto, atau mencoba naik becak dan andong (kereta berkuda). Sekitar pukul 5.30 sore kami tiba di sana.

Berburu suvenir di Mirota Batik
Kana ingin membeli peta Yogyakarta, untunglah di Periplus ada peta yang sangat bagus. Peta itu terdiri dari 3 skala, keterangan-keterangannya juga dalam bahasa inggris. Sedangkan Ayumi ingin membeli rok, sehingga kami mengantarkan dia ke Mirota Batik dengan mengendarai andong. Dia akhirnya membeli semacam dompet dan nggak jadi membeli rok.

Sudah cukup lelah, kami pun memutuskan makan. Pilihan makan berikutnya adalah makanan khas Yogyakarta, GUDHEG. Makanan yang terdiri dari nasi, nangka, kulit sapi, dan berbagai macam pilihan lauk. Perlu diingatkan kepada yang ingin memakannya, bahwa gudheg itu sangat manis. Kami makan gudeg di rumah makan Bu Hj. Amad yang letaknya ada di utara kampus kami (UGM).

Di sana ternyata ada orang Jepang lain. Ada 2 orang wanita yang berasal dari Fukuoka juga sedang menikmati gudeg di sana. Mereka pun sempat berbincang sesaat dengan menggunakan bahasa Jepang. Kami nggak mengerti apa yang mereka perbincangkan.

Nampaknya memang benar orang Jepang harus berhati-hati dengan cabe atau sambal. Kejadian waktu itu, Ayumi tergigit cabe ijo yang memang ada di campuran gudeg itu. Saya kasihan melihat wajahnya yang menahan pedas. Nampaknya itu juga membuat nafsu makannya jadi berkurang.

Akhirnya selesai sudah perjalanan hari itu, banyak hal yang kami lalui. Saya berharap Kana, Ayumi, dan Tsuchy juga membaca tulisan ini. Pada tulisan sebelumnya, mereka memuji saya karena menuliskannya segalanya dengan detail. Saya rasa kali ini saya menuliskannya juga dengan detail bahkan lebih panjang dan lebih detail dari tulisan sebelumnya. :)

To be continued .....

No comments:

Post a Comment